Senin, 12 Agustus 2019

Gambar-gambar akan Peladjaran dan Kasoekaän Anak-anak dan Iboe-bapanja (4)

PENGANTAR

(klik untuk memperbesar)
Buku Gambar-gambar akan Peladjaran dan Kasoekaän Anak-anak dan Iboe-bapanja pertama kali diterbitkan di tahun 1870, jadi lebih dari 100 tahun lalu. Buku ini terdiri dari 2x24 halaman yang berisi gambar-gambar berwarna dengan teks berbahasa Melayu Jakarta, disertai dengan terjemahan dalam bahasa Belanda. Tampaknya buku ini digemari masyarakat, sehingga harus menjalani beberapa kali cetak ulang, dan sisa-sisa peninggalannya sampai sekarang masih tersedia di perpustakan, museum, atau toko buku antik.

Jika kita mengamati buku ini sekarang, ada lumayan banyak hal yang bisa menjadi catatan kita tentang suasana di tanah air menjelang akhir abad ke-19 . Mulai dari penggunaan bahasa sebelum adanya nama Bahasa Indonesia, tradisi masyarakat saat itu, cara berpakaian, hal-hal yang dianggap penting saat itu, posisi orang Belanda, suasana warga Tionghoa, hingga ke peranan warga Arab, dsb.

(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Halaman 13 adalah satu-satunya bagian tanpa terjemahan bahasa Belanda. Ini bisa dipahami karena halaman ini berisi peralatan musik tradisional (Inlandsche Musiek-Instrumenten) yang tidak ada nama Belandanya.
Bonang … bonang
Gambang kajoe … gambang kayu
Gendèr … gender
Gong … gong
Grinding … gerinding
Kendang … kendang
Kenong … kenong
Rebab … rebab
Soeling … suling

(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Halaman 14: Wilayah Nusantara sangat kaya akan berbagai jenis hewan. Buku ini memilih hanya sembilan macam, terutama binatang yang tidak ada di negeri Belanda jauh di sana.

Babi roesa … babi rusa
Badak … badak
Daoen goerita … belalang daun
Gadjah … gajah
Kaladjengking … kalajengking
Kelabang … kelabang
Matjan … macan (sebenarnya: harimau)
Monjèt … monyet
Tokè … tokek

(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Halaman 15 memperlihatkan beberapa aktifitas dan profesi, misalnya pengasuh anak bule atau pedagang durian. Di halaman ini pula muncul tiga jenis pedagang Tionghoa; dan dari halaman ini pula kita mengenal asal muasal istilah "toko kelontong". Halaman ini memperlihatkan benda yang namanya "kelontong", yaitu alat dari bambu/kayu yang akan berbunyi jika digoyangkan. Bunyi ini yang memberitahu warga bahwa ada pedagang lewat di dekat rumah mereka. Sekarang, meskipun si pedagang sudah menempati toko permanen, dan tidak perlu lagi mengeluarkan bunyi-bunyi, nama "toko kelontong" tetap bertahan.
Satu catatan lagi: Di gambar Tjina klontong kain diperlihatkan pembelinya adalah seorang wanita Belanda yang mengenakan kain dan kebaya panjang putih. Ini memang mode di beberapa kalangan perempuan Belanda saat itu.
Baboe sama anak … pengasuh dan anak (Belanda)
Bawa makanan … pembawa makanan
Klontong … kelontong
Siram djalan … menyiram jalan
Soedara-soedara … saudara (adik)
Tjina klontong bakoel … Tionghoa pedagang pikulan
Tjina klontong kain … Tionghoa pedagang kain
Tjina toekang goela … Tionghoa pedagang gula
Toekang doerian … tukang durian

(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Halaman 16 menambahkan dua profesi, yaitu pengasuh anak dan Tionghoa penjual kue, serta berbagai kegiatan warga lokal sehari-hari. Seperti halnya di halaman sebelumnya, pedagang Tionghoa digambarkan memakai baju putih dan celana dengan rambut taucang, serta umumnya beralas kaki; sementara lelaki lokal terkadang telanjang dada, terkadang memakai baju, tapi hampir selalu nyeker dan memakai tutup kepala.
Baboe … pengasuh anak
Bèkin djala … membuat jala
Belah-belah bamboe … membelah bambu
Gosok pisaw … mengasah pisau
Koepas kalapa … mengupas kelapa
Nènèk mendjahit … nenek menjahit
Pegi mandi … pergi mandi
Takar bras … menakar beras
Tanggok oedang … menangguk udang
Tjina toekang koewèh … Tionghoa pedagang kue


Waktu: akhir abad ke-19 Tempat: Jakarta
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Tropenmuseum
Catatan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar