Sabtu, 10 Agustus 2019

Gambar-gambar akan Peladjaran dan Kasoekaän Anak-anak dan Iboe-bapanja (3)

PENGANTAR

(klik untuk memperbesar)
Buku Gambar-gambar akan Peladjaran dan Kasoekaän Anak-anak dan Iboe-bapanja pertama kali diterbitkan di tahun 1870, jadi lebih dari 100 tahun lalu. Buku ini terdiri dari 2x24 halaman yang berisi gambar-gambar berwarna dengan teks berbahasa Melayu Jakarta, disertai dengan terjemahan dalam bahasa Belanda. Tampaknya buku ini digemari masyarakat, sehingga harus menjalani beberapa kali cetak ulang, dan sisa-sisa peninggalannya sampai sekarang masih tersedia di perpustakan, museum, atau toko buku antik.

Jika kita mengamati buku ini sekarang, ada lumayan banyak hal yang bisa menjadi catatan kita tentang suasana di tanah air menjelang akhir abad ke-19 . Mulai dari penggunaan bahasa sebelum adanya nama Bahasa Indonesia, tradisi masyarakat saat itu, cara berpakaian, hal-hal yang dianggap penting saat itu, posisi orang Belanda, suasana warga Tionghoa, hingga ke peranan warga Arab, dsb.

(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Halaman 9: Leluhur kita di abad ke-19 boleh jadi tidak akan menyangka bahwa ada tradisi dan kebiasaan mereka sehari-hari yang sekarang menjadi punah dan tidak lagi dilakukan orang. Di zaman mereka, menyirih adalah hal yang bukan cuma lumrah, tapi sudah menjadi bagian dari aktifitas harian. Tidak heran apabila ada banyak peralatan yang menyertai kegiatan ini, yang kesemuanya sekarang hampir tidak dikenal lagi. Buku ini memberikan daftarnya.
Daoen … daun (pinang)
Katjip … kacip (gunting pembelah pinang)
Kebon sirih … kebun sirih
Makan sirih … memakan sirih
Pinang … (buah) pinang
Tampat daoen … tempat daun
Tampat gambir … tempat gambir
Tampat kapoer … tempat kapur
Tampat loedah … tempat (air) ludah
Tampat pinang … tempat pinang
Tampat sirih … tempat sirih (kosong)
Tampat sirih … tempat sirih (berisi peralatan)
Tampat sirih orang ketjil … tempat sirih rakyat kecil
Toetoepnja … tutup (tempat sirih)

(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Halaman 10: Kopi adalah minuman favorit orang Indonesia, meski kemudian sempat terdesak oleh sirup, limun, minuman bersoda, minuman berenergi, dsb. dan sekarang populer lagi dalam variasi modernnya. Buku ini merekam kedekatan orang Indonesia zaman dulu dengan buah pahit ini.
Békin koppi … membuat kopi
Djemoer koppi … menjemur kopi
Giling koppi … menggiling kopi
Goedang koppi … gudang kopi
Gorèng koppi … menggoreng kopi
Petik koppi … memetik kopi

(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Halaman 11: Selai bertani (lihat no. 12 di bawah) orang Indonesia juga berdagang. Halaman ini memperlihatkan sembilan jenis pedagang lokal. Kita akan lihat nanti jenis pedagang lainnya. Perlu dicatat: Paling tidak ada tiga jenis pedagang yang sekarang ini sudah punah, yaitu pedagang kayu (bakar), sirih, dan tembakau.
Toekang ajam … tukang ayam
Toekang kajoe … tukang kayu (bakar)
Toekang kembang … tukang kembang
Toekang nanas … tukang nanas
Toekang rempah-rempah … tukang rempah-rempah
Toekang sirih … tukang sirih
Toekang tambako … tukang tembakau
Toekang tjabé … tukang cabai
Toekang tjinjtao … tukang cincau

(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Halaman 12: Masyarakat Indonesia zaman dulu umumnya petani. Buku ini menampilkan beberapa hal yang terkait dengan sawah, padi, serta beras ini. Para petani ditampilkan telanjang dada, sementara yang perempuang mengenakan kebaya atau baju kurung serta kain; semuanya tanpa alas kaki. Dan ini seharusnya mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.
Orang meloekoe … orang membajak
Panggilingan padi didalem … penggilingan padi (tampak) di dalam
Panggilingan padi diloewar … penggilingan padi (tampak) di luar
Poelang potong padi … pulang (setelah) memotong padi
Potong padi … memotong padi
Tampi bras … menampi beras


Waktu: akhir abad ke-19
Tempat: Jakarta
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Tropenmuseum
Catatan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar