Selasa, 28 Februari 2017

Tiga kapal perang Belanda yang kelak ditenggelamkan Jepang di Pertempuran Laut Jawa 27 Februari 1942

Hr. Ms. Kortenaer, 7 April 1936 di Belanda
(klik untuk memperbesar | © AP / Spiegel Online)
Hr. Ms. De Ruyter, kapal utama armada Belanda di perang Laut Jawa
(klik untuk memperbesar | © imago / Spiegel Online)
Hr. Ms. Java
(klik untuk memperbesar | © NIMH / Spiegel Online)
Sekali lagi Hr. Ms. De Ruyter yang panjangnya 170 m
(klik untuk memperbesar | © NIMH / Spiegel Online)

Waktu: sebelum Perang Dunia II
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Netherlands Institute of Military History (NIMH) / imago / AP via Spiegel Online
Catatan: Tanggal 27-28 Februari 2017 ini seharusnya menjadi peringatan 75 tahun perang Laut Jawa di mana pihak Belanda kehilangan sekitar 900 prajuritnya bersama kapal perangnya. Tahun 2002 lokasi karamnya ketiga kapal ini bisa diketahui. Namun sayang, di tahun 2016 sisa-sisa kapal ini telah menghilang, kemungkinan besar sudah diserobot oleh pihak-pihak yang mengincar besi tua dan tidak peduli dengan nilai sejarah.

Senin, 27 Februari 2017

TNI hijrah dari Tasikmalaya (7): senjata TNI yang diserahkan ke pihak Belanda

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
TNI juga menyerahkan ban-ban kendaraan kepada pihak Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 5 Februari 1948
Tempat: Tasikmalaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Exalto (empat foto terakhir)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Minggu, 26 Februari 2017

Sultan Deli, Osman Al Sani Perkasa Alamsyah bersama isteri di tahun 1926

(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: 1926
Tempat: Deli
Tokoh: Tengku Otteman (Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah), Raja Amnah (isteri Tengku Otteman yang berasal dari Perak)
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan: Foto dibuat di acara penobatan Tengku Otteman sebagai Sultan Deli.

Sabtu, 25 Februari 2017

TNI hijrah dari Tasikmalaya (6): penyerahan senjata TNI ke pihak Belanda

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 5 Februari 1948
Tempat: Tasikmalaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Exalto (empat foto terakhir)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Jumat, 24 Februari 2017

Villa Isola Bandung di tahun 1937

(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
(klik untuk memperbesar | © fotomuseum)
Waktu: 1937 (atas)
Tempat: Bandung
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo (atas) / Nederlands Fotomuseum (bawah)
Catatan:


UPDATE 2 Januari 2020
Tambahan foto dari era yang sama:

Villa Isola di sebuah kartu pos tahun 1938
(klik untuk memperbesar | © Rueb-van Duinen / Het Geheugen)

Kamis, 23 Februari 2017

TNI hijrah dari Tasikmalaya (5): registrasi para prajurit TNI

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 5 Februari 1948
Tempat: Tasikmalaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Exalto (tiga foto terakhir)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Selasa, 21 Februari 2017

TNI hijrah dari Tasikmalaya (4): berbaris di tempat kumpul

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 5 Februari 1948 Tempat: Tasikmalaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Exalto (3 foto pertama)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Foto terakhir pernah dimuat di posting tanggal 25 Juli 2015. Di sini diupdate dengan ukuran yang lebih besar.

Senin, 20 Februari 2017

Salah satu percobaan penerbangan pertama di wilayah Indonesia oleh Jan Hilgers di Semarang, 1913

(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: 2 Maret 1913
Tempat: Semarang
Tokoh: Jan Hilgers (perintis dunia penerbangan Belanda)
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan: Jan Hilgers adalah seorang indo kelahiran Probolinggo tahun 1886. Dia meninggal di tahanan Jepang tahun 1945.

Minggu, 19 Februari 2017

TNI hijrah dari Tasikmalaya (3): berbaris menuju lokasi kumpul

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 5 Februari 1948
Tempat: Tasikmalaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Exalto
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Jumat, 17 Februari 2017

TNI hijrah dari Tasikmalaya (2): berjalan menuju lokasi kumpul

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 5 Februari 1948
Tempat: Tasikmalaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Exalto (foto terakhir)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Kamis, 16 Februari 2017

Menteri Penerangan BM Diah mengumumkan penyerahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, 1967

(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: 23 Februari 1967
Tempat: Jakarta
Tokoh: Burhanuddin Mohammad Diah (Menteri Penerangan 1966-1968; paling kanan)
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:

Rabu, 15 Februari 2017

TNI hijrah dari Tasikmalaya (1): lokasi berkumpul sebelum hijrah

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Cicurug, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

Tentara Belanda bersenjata menjaga tempat berkumpulnya pasukan TNI
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Tentara Belanda bersenjata menjaga tempat berkumpulnya pasukan TNI
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Pasukan TNI menyusuri perkampungan menuju tempat berkumpul
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Pasukan TNI menyusuri jalan setapak menuju tempat berkumpul
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Pasukan TNI memasuki area berkumpul
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Pasukan TNI tiba di area yang dijaga pasukan Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 5 Februari 1948
Tempat: Tasikmalaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Exalto
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Selasa, 14 Februari 2017

Serah terima jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari Idenburg ke van Limburg Stirum, 1916

(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)

Waktu: 1916
Tempat: Paleis Rijswijk (sekarang Istana Merdeka, Jakarta)
Tokoh: Alexander Willem Frederik Idenburg (Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1909-1916; berdiri menghadap kamera, paling kanan); Johan Paul van Limburg Stirum (Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1916-1921; berdiri di tengah menghadap kamera)
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:

Senin, 13 Februari 2017

TNI hijrah dari Bangil (6): diangkut truk militer Belanda

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Di truk terdepan tampak juga ikut hijrah beberapa pemudi berbaju putih
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Kemungkinan foto ini terbalik karena pelat nomer truk ada di kiri (harusnya di kanan) dan pakirnya di kanan jalan
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 8 Februari 1948
Tempat: Bangil
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Scheidema
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: