Jumat, 31 Oktober 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (5)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Seorang "nyai" menurut Hardouin, atau pengelola rumah tangga dari sebuah rumah besar, biasanya milik warga Belanda. Seorang "nyai" memiliki status yang lebih tinggi daripada warga biasa, meski kata ini juga bermakna gundik lokal yang mendampingi seorang pria Belanda. Lokasi gambar ini kemungkinan besar di Jakarta, terlihat dari kawasan pecinan di tepi sebuah kali. Nyai ini membawa payung kertas, yang menunjukkan statusnya yang lebih tinggi, serta sepatu. Pakainnya adalah baju kurung di atas sebuah sarung, dengan kain batik coklat yang menutupi pundaknya.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI bisa menampilkan dengan jelas bagaimana penampilan seorang "nyai" di abad ke-19. AI juga menggambarkan jembatan dan perumahan di latar belakang dengan cukup jelas, meskipun di aslinya cukup kabur. Tapi dia keliru menampilkan kusir dan "kernet" kereta kuda, dia mana dua-duanya digambarkan duduk di bagian belakang kereta. Kemudian, atap perahu yang segitiga juga ditampilkan bundar.
(klik untuk memperbesar)
Topeng Babakan merupakan sebuah tarian yang berasal dari kawasan Cirebon. Hardouin cukup bisa menampilkan karakter khas jalur pantai utara Jawa yang muncul di tarian ini: muncul di kalangan rakyat kecil. Ini terlihat dari jenis pakaian yang dikenakan para pria, yang bukan merupakan baju perlente atau ningrat; serta kostum penari perempuan yang diramaikan oleh gantungan dari kain-kain aneka corak, musik pengiring yang sederhana, dan tentunya pertunjukannya yang di tempat ramai terbuka, bukan di gedung atau keraton.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
AI mendapat kesulitan untuk menampilkan tarian ini dengan benar, sehingga perlu suntingan lebih lanjut. Secara umum, subjek lukisan bisa digambarkan dengan lumayan bagus. Tetapi, dalam tarian ini, pose tangan penari, lelaki yang ikut menari, serta pemukul gendang, bukan postur tangan yang biasa terlihat sehari-hari, sehingga AI sejatinya gagal menggambarkannya. Kemudian, AI tidak melihat bahwa hidung bundar di penari lelaki merupakan bagian dari sebuah topeng, bukan benjolan daging abnormal di kepala.
(klik untuk memperbesar)

Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Kamis, 30 Oktober 2025

Wakil PM Belanda, Josef van Schaik, di Indonesia, 1949

Josef van Schaik (kanan) datang di gedung yang kelak menjadi Istana Merdeka, disambut oleh Perwakilan Tinggi Tahta Belanda, H.V.K. Lamping (kiri)
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Josef van Schaik disambut oleh para tamu lain yang berdatangan ke Istana Gubernur Jenderal Hindia-Belanda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Josef van Schaik (tengah) berbincang dengan Nyonya Lovink (kanan), istri dari Tony Lovink yang merupakan perwakilan terakhir Kerajaan Belanda di Indonesia
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Acara yang sama dari sudut foto yang berbeda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 30 November 1949
Tempat: Istana Merdeka (Jakarta)
Tokoh: Josephus Robertus Hendricus van Schaik (Wakil Perdana Menteri Belanda)
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Rabu, 29 Oktober 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (4)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Ini adalah gambaran yang disajikan Hardouin tentang seorang perempuan Jawa. Dia berdiri di dekat sebuah lapangan yang tampaknya merupakan bagian dari area kantor kepala desa yang tampak di latar belakang. Lapangannya sendiri digunakan seorang gembala untuk melepas kerbau agar merumput. Si perempuan sendiri mengenakan baju kurung panjang berwarna hitam, yang mengindikasikan kemungkinan ini wilayah Priangan, serta kain batik panjang, dan selendang di atas pundak yang juga terbuat dari kain batik.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI jitu membuat tampilan realistis dari gambar di atas
(klik untuk memperbesar)
Gambaran Hardouin tentang seorang pengantin Betawi yang meski tinggal di perkampungan tetap mengenakan pakaian megah di hari pernikahannya. Dia mengenakan semacam baju kurung merah dengan ornamen keemasan, dengan kain ungu di bagian bawahnya, serta selendang biru muda di pundaknya. Kepalanya dihiasi dengan susuk bermotif bunga keemasan, sementara pundaknya digantungi banyak kalung. Yang tampkanya menjadi tradisi khas: Sang pengantin memegang banyak kunci yang tampknya memiliki makna tersendiri.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI cukup menyajikan gambar di atas dengan cukup mendetail, termasuk ke model tikar, ubin, hingga ke wanita tua yang menengok ke arah kamera.
(klik untuk memperbesar)

Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Selasa, 28 Oktober 2025

Politisi Belanda, Lambertus Neher, di Indonesia, 1947/1948

Lambertus Neher adalah seorang politisi Belanda dari Partai Buruh. Ketika Belanda diduduki Jerman, Neher merupakan salah satu tokoh kunci dari barisan warga Belanda yang melawan Jerman. Setelah Jerman kalah perang, Neher ditunjuk menjadi pucuk pimpinan dari bidang yang memang dia kuasai, komunikasi: yaitu pos, telepon, dan telegraf. Ketika Perang Kemerdekaan bergolak di Hindia-Belanda, Neher merupakan salah satu politisi yang ditunjuk untuk mencari jalan keluar.


November 1947, kemungkinan di kapal USS Renville di perairan Tanjung Priuk: Acara makan menjelang perundingan Renville yang a.l. dihadiri d.ki.k.ka Lambertus Neher, Jan Jonkman, Frank Graham, dan Willem Drees
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Jakarta, 1 Januari 1948: Neher (kanan) berbincang dengan dua orang tokoh Belanda lain dalam acara resepsi tahun baru yang diadakan oleh Letnan Gubernur Jenderal Van Mook
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Jakarta, 1 Januari 1948: Neher (kiri) berbincang dengan dua orang tokoh Belanda, salah satunya berseragam angkatan laut, dalam acara resepsi yang sama yang disebut di atas
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
November 1948, kemungkinan di Jakarta: Lambertus Neher berdiskusi dengan Hussein Jayadiningrat
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 1947, 1948
Tempat: Jakarta
Tokoh: Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Senin, 27 Oktober 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (3)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Ini adalah gambaran seorang bujang di sebuah rumah yang sangat mewah, terlihat dari ukuran tiang yang besar serta halaman yang luas, kemudian juga dari rumah tetangga yang tampak lumayan megah. Pakaian bujang ini tampak berlapis: selain kemeja putih, dia juga mengenakan semacam luaran berwarna ungu, disesuaikan dengan warna penutup kepalanya. Celana panjangnya, yang bermodel Obelix, juga ditutupi dengan kain batik sepaha, dan dikencangkan dengan kain berwarna keemasan dan hitam. Meski pakaiannya berlapis, bujang ini tetap tanpa alas kaki.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI ini cukup jitu menangkap apa yang disajikan oleh lukisan. Tapi si model AI tetap belum terlatih dengan jenis celana stirrup, sehingga dia menggambarkannya seperti celana biasa.
(klik untuk memperbesar)
Ini adalah gambaran tentang kesatuan keamanan bentukan Belanda bernama Jayeng Sekar. Anggotanya direkrut dari keturunan ningrat dari jajaran penguasa lokal. Mereka mendapat seragam seperti orang Eropa, termasuk sepatu dan pedang, seperti yang ditampilkan di lukisan di atas.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
AI mereka lukisan di atas dengan banyak kebebasan. Subjek utama di lukisan ditampilkan dengan cukup meyakinkan; latar belakangnya tetapi bervariasi. Dari empat prajurit Jayeng Sekar, hanya dua yang ditampilkan; sementara formasi batu di tepi kawanan berkuda diterjemahkan sebagai sebuah gunung.
(klik untuk memperbesar)

Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Minggu, 26 Oktober 2025

PM Belanda, Louis Joseph Maria Beel, di Indonesia 1947/1948 (2)

Kemungkinan di Kemayoran, 1947: Jan Jonkman (kiri) bersama Louis Beel (tengah) dan Van Mook (kanan berkacamata)
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Kemungkinan di gedung yang kelak menjadi Istana Merdeka, 1948: Politisi Belanda, Lambertus Neher (kanan), dengan didampingi Louis Beel (berjas putih), menyalami perwakilan warga Sulawesi Selatan yang berpakain seperti warga Arab
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
November 1947, kemungkinan di kapal USS Renville di perairan Tanjung Priuk: Kapten kapal USS Renville, William W. Ball (kanan) menjamu Willem Drees (kanan) dan Louis Beel (tengah) menjelang persiapan perundingan Renville.
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 1947, 1948
Tempat: Jakarta
Tokoh: Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Sabtu, 25 Oktober 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (2)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Seorang pendeta Tionghoa di sebuah kelenteng di Jakarta. Berdasarkan gambar di atas pendeta ini , kemungkinan seorang perempuan dan penganut Taoisme. Dia memakai jubah abu-abu dengan mantel merah-hitam yang berisi berbagai ornamen. Tangannya memegang sebuah lonceng perangkat ritual keagamaan.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI ini lumayan menyajikan komposisi yang disajikan oleh karya Hardouin
(klik untuk memperbesar)
Seorang bupati di Jawa yang diiringi seorang punakawan. Bupati ini mengenakan blangkon batik, pakaian kebesaran dengan banyak ornamen keemasan, keris yang dipasang di pinggang belakang, kain batik yang berurai hingga ke bawah lutut, serta celana yang panjang hingga ke bawah sepatu. Sang punakawan yang berbadan kerdil membawa payung kehormatan dari kertas, mengenakan blangkon, baju kebesaran, serta sarung selutut, tanpa alas kaki.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI ini cukup menyajikan gambaran yang realistis, kecuali celana dan sepatu bupati yang ditampilkan seperti zaman sekarang, dan bukan model stirrup pants yang menutupi sebagian sepatu.
(klik untuk memperbesar)
  
Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Jumat, 24 Oktober 2025

PM Belanda, Louis Joseph Maria Beel, di Indonesia 1947/1948 (1)

Jakarta, 1948: Louis Beel (kanan) berbicara dengan perwakilan warga bagian timur Nusantara di sebuah acara di gedung yang kelak menjadi Istana Merdeka. Kedua dari kiri berkumis kemungkinan adalah Don J. Thomas Ximenes da Silva dari Sikka (Flores), sementara di sebelah kirinya, berkacamata dan berjas terang, adalah Cokorda Gde Raka Sukawati dari Bali.
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Jakarta, November 1948: Louis Beel (kiri) berbicara dengan Wakil PM Belanda, Willem Drees (kanan) menjelang penyelenggaraan perundingan Renville
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Kemayoran, 7 Mei 1947: Menteri Penerangan Mohammad Natsir (kiri), menyambut kedatangan Menteri Urusan Jajahan Belanda, Jan Jonkman (membelakangi), dengan disaksikan oleh Van Mook (bertopi) dan Louis Beel (kanan)
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 1947, 1948
Tempat: Jakarta
Tokoh:Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Kamis, 23 Oktober 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (1)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Seorang pemuka warga Priangan dalam pakaian berburu. Pakaian ini terdiri dari topi caping pipih di atas blangkon, kemudian naju kebesaran berkerah tinggi dengan banyak ornamen keemasan, serta kain batik yang dikencangkan dengan kain bebat di pinggang. Dia juga memakai semacam pelindung betis dan kaki berwarna merah-kuning, tapi tanpa alas kaki. Kudanya kemungkinan besar yang sedang dipegang pawangnya di sebelah kiri.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI yang cukup mendekati komposisi aslinya, meski alas kakinya memiliki variasi.
(klik untuk memperbesar)
Seorang kuli, kemungkinan di sebuah gudang barang di kawasan pecinan, berdasarkan model bangunan yang berada di latar belakang. Kuli ini duduk di atas sebuah kotak kayu, sementara seorang rekannya tampak berbincang dengan seorang yang berbaju lebih perlente yang mengindikasikan posisi sosial yang lebih tinggi.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI ini secara keseluruhan bisa menangkap apa yang ditampilkan Hardouin di lukisannya. Hanya saja AI membaca "FH" bukan "EH" di kotak yang diduduki sang kuli, dan mengubah font-nya. Kemudian AI juga menempatkan kaki si kuli menapak di tanah, bukan menggantung, serta mengubah postur tangan kirinya. AI juga menambah genteng di bangunan di sebelah kiri belakang yang sejatinya tidak ada di lukisan.
(klik untuk memperbesar)

Tahun terbit: sekitar 1855 
Tempat terbit: Paris 
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Rabu, 22 Oktober 2025

Peleburan sebuah kesatuan KNIL ke dalam APRIS, 1950

Barisan kesatuan KNIL yang dilebur ke dalam Angkata Perang Republik Indonesia Serikat
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Barisan para perwira, baik dari KNIL maupun TNI, yang menghadiri acara peleburan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Kemungkinan acara pengambilan sumpah yang dipimpin seorang perwira TNI dan diikuti anggota kesatuan KNIL yang sepenuhnya terdiri dari warga lokal
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Seorang Belanda perwira KNIL memberikan sambutan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Lapangan tempat acara peleburan yang dihadiri banyak khalayak ramai
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: kemungkinan 1950
Tempat: ?
Tokoh:
Peristiwa: Dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat setelah Konferensi Meja Bundar 1949, semua kekuatan bersenjata yang tadinya berseteru, yaitu KNIL dan TNI, melebur ke dalam APRIS. Acara peleburan ini terjadi di mana-mana, seperti Bandung, Banjarmasin, Jakarta, Malang, Muara Enim, dsb.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Selasa, 21 Oktober 2025

Peta Sir Stanford Raffles tentang Nusantara dari tahun 1830

(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)

Tahun terbit: 1830
Tempat terbit: London
Tokoh: 
Deskripsi: Peta ini diterbitkan tahun 1830 di London untuk mengenang Sir Stanford Raffles yang meninggal empat tahun sebelumnya. Raffles pernah menjadi orang Inggris nomor satu di Bengkulu dan juga Jawa, sebelum akhirnya mengambil posisi puncak di Singapura. Peta ini dibuat a.l. berdasarkan catatan dan penelitian yang dilakukan di zaman Raffles dan tentunya juga dengan menggunakan bahan yang sudah tersediua sebelumnya. Peta ini cukup komprehensif memperlihatkan pulau-pulau dari Sabang hingga ke Merauke, dengan banyak pembubuhan nama kota, pulau, selat, teluk, laut, bahkan hingga informasi tentang kapan wilayah di Papua "ditemukan" atau kapan Belanda menyelidiki sebuah sungai di Kalimantan.
Selain wilayah Nusantara, peta ini juga memperlihatkan Jepang, Korea, Tiongkok, dsb. meskiu informasi yang ditampilkan tidak seramai seperti yang dibubuhkan di Nusantara.
Juru kartografi:
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Senin, 20 Oktober 2025

Sidang Majelis Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), 1949 (2)

Mohammad Roem dan Anak Agung Gde Agung memimpin sidang BFO yang tampak terbuka dan dihadiri khalayak hingga ke anak-anak
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Muhammad Hatta menghampiri kursi ketua sidang dan bercengkerama dengan Mohammad Roem dan Anak Agung Gde Agung dengan latar belakang anak-anak dan warga yang menyaksikan sidang
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Beberapa peserta sidang BFO, a.l. di kanan adalah Johannes Leimena dan Sultan Hamengkubuwono IX
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 31 Januari 1949
Tempat: Jakarta (di gedung bekas Volksraad, Chuo Sangi In, sekarang Gedung Pancasila di Pejambon)
Tokoh: Anak Agung Gde Agung (bangsawan Bali, bakal Menteri Dalam Negeri NIT, kelak Menteri Luar Negeri RI), Johannes Leimena (Menteri Kesehatan), Mohammad Roem (Menteri Dalam Negeri RI), Muhammad Hatta (Wakil Presiden RI), Hamengkubuwono IX (Sultan Yogyakarta)
Peristiwa: Sidang Majelis Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federale Overleg atau BFO), sebuah lembaga yang dikonsepkan sebagai majelis perwakilan dari negara-negara federal yang akan membentuk Republik Indonesia Serikat.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan: Lihat juga posting terkait sebelum ini.

Minggu, 19 Oktober 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Josias Rappard tentang berbagai tempat di Nusantara (21)

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Josias Rappard tentang berbagai tempat di Nusantara mulai dari posting tanggal 21 Desember 2021 hingga ke posting tanggal 28 Januari 2022  dengan total 65 lukisan. Seri kali ini merupakan tayang ulang (reload) dengan total lukisan menjadi 107; karena ada tambahan 42. Ukuran lukisan di rangkaian kali ini lebih rendah, dari lebar 2048 pixel ke sekitar 2000 pixel, tetapi kualitas hasil pindainya seharusnya lebih bagus.


Makam Sultan Palembang, Mahmud Badaruddin II, di Ternate yang menjadi tempat pembuangan pahlawan yang melawan usaha Belanda menguasai Kesultanan Palembang. Rappard dipastikan membuat lukisan ini berdasarkna foto yang beredar sebelumnya (lihat di sini).
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Istana Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan yang sekarang menjadi Museum "Balla' Lompoa" atau "Balla' Lompoa ri Sungguminasa". Bangunan ini sepenuhnya menggunakan konstruksi kayu, dengan lantai yang lumayan tinggi dari permukaan tanah. Sebuah tangga beratap menjadi akses tunggal untuk keluar masuk dari dan menuju bagian dalam dari istana ini.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Sebuah jalan di Ambon yang tampaknya berada di kawasan warga berada. Ini terlhat dari bangunan tembok bercat putih, yang meski tidak beratap genting tetap berukuran relatif besar dan membutuhkan banyak tiang penyangga. Seorang Belanda dengan pakaian perlenta tampak berjalan, di antara tukang sapu jalan, seorang ibu yang menggendong anak, dan pedagang pikul yang menawarkan jualannya ke seorang pria di sebuah rumah.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Suasana di perairan Pulau Ternate yang memperlihatkan pemukiman di pesisir serta perahu dan kapal layar yang meramaikan lalu lintas laut di sekitar pulau ini. Di latar belakang tampak kepulan asap keluar dari Gunung Gamalama
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)

Tahun terbit: 1883
Tempat terbit: Leiden
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Josias Cornelis Rappard (seorang kolonel KNIL dan pelukis)
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Sabtu, 18 Oktober 2025

Sidang Parlemen Negara Pasundan di Bandung, 1948

Suasana di sebuah sidang parlemen Negara Pasundan yang tampak dihadiri seorang Belanda berseragam militer
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sebagian dari peserta sidang yang tampil dalam berbagai jenis pakaian termasuk seragam ketentaraan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 1948
Tempat: Bandung
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan: