Sejarah kolonialisme di seluruh dunia menunjukkan bahwa bangsa yang dominan/menjajah dianggap sebagai warga kelas satu, sementara masyarakat lokal/terjajah menjadi warga kelas bawah; masing-masing hidup terpisah di kelompoknya sendiri-sendiri. Meski demikian, jodoh terkadang punya jalur sendiri, yang memunculkan pernikahan campuran antar dua etnis yang berbeda ini. Tak terkecuali di Indonesia; di zaman penjajahan pun sudah muncul pernikahan antara warga Belanda dengan warga pribumi.
Tapi perlu dicatat, perkawinan campur ini umumnya antara pria Belanda dan wanita pribumi. Hubungan antara wanita dari kelompok dominan dengan lelaki pribumi masih dianggap tabu.
Berikut beberapa foto dari pernikahan campuran itu, bersama buah "Indo"-nya.
Tiga foto cukup menarik karena memperlihatkan perkembangan si bapak yang menjadi semakin tua, sementara anak-anaknya semakin besar. Posisi si ibu di dalam foto juga perlu dicatat: Awalnya hanya di latar belakang, kemudian makin terlihat, dan akhirnya berada di pusat perhatian.
Sekitar 1910 (klik untuk memperbesar | © NGA) |
Sekitar 1912 (klik untuk memperbesar | © NGA) |
Sekitar 1917 (klik untuk memperbesar | © NGA) |
Waktu: 1910, 1912, 1917
Tempat: ?
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: National Gallery of Australia
Catatan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar