Rabu, 20 November 2024

Kepulauan Banda setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1945 (2)

Perwakilan militer Australia dan militer Belanda di gedung pertemuan dikelilingi warga Banda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Para "tamu" umumnya duduk di kursi sementara tuan rumah berdiri atau duduk di lantai
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Seorang letnan laut bernama Osborne digendong menuju daratan agar tidak basah terkena air laut
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Pemuka warga Banda bertemu perwira NICA di kapal AL Australia HMAS Broome
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: November 1945
Tempat: Banda
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Selasa, 19 November 2024

Peta kuno dari tahun 1588: Sumatera lagi-lagi sebagai pulau legendaris "Tapobrana"

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1588
Tempat terbit: Jerman
Tokoh:
Deskripsi: Di posting sebelum ini kita melihat bagaimana sebuah peta keluaran Jerman dari tahun 1560 menyebut bahwa Sumatera adalah si pulau legendaris Tapobrana. 28 tahun kemudian muncul peta berikutnya yang mengklaim hal yang sama, juga dari Jerman, tapi kali ini dalam bahasa Jerman, bukan bahasa Latin. Teks di pojok kanan atas secara eksplisit menyebut "Sumatra", dan menyebut bahwa di pulau ini ada empat kerajaan, dan bahwa pulau ini kaya dengan emas dan batu mulia, serta terkenal dengan lada-nya.
Petanya sendiri secara benar menempatkan garis khatulistiwa melintasi Sumatera, dan menyebut nama seperti Pedir, Aceh (Achem), Andragiri, dan Palembang (Palimban). Tapi peta ini menempatkan Minangkabau (Manacaba) dan Indrapura (Adrapara) terlalu ke selatan. Menariknya, peta ini mengenal pulau Lingga (Linga), tetapi menempelkan Singapura (Cingalolo) ke Semenanjung Malaka. Peta ini menambahkan sedikit Jawa di pojok kanan bawah dengan menyebut tempat Sunda [Kelapa] sebagai salah satu pelabuhan di utara Jawa.
Juru kartografi:
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Senin, 18 November 2024

Kepulauan Banda setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1945 (1)

Masyarakat Banda menari menyambut kedatangan perwakilan militer Australia dan Belanda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Salah satu penari masih mengenakan capacete peninggalan Portugis yang sudah berumur ratusan tahun
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Masyarakat Banda mengarak perwakilan militer Australia dan Belanda menuju gedung pertemuan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sambutan tarian berikutnya di dalam gedung pertemuan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: November 1945
Tempat: Banda
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Minggu, 17 November 2024

Peta kuno dari tahun 1706: Jawa dan sekitarnya

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1706
Tempat terbit: Leiden
Tokoh:
Deskripsi: Peta keluaran Belanda ini paling tidak memiliki dua hal yang perlu dicatat. Pertama, sumber Portugisnya sangat kental, ini terlihat dari cara penulisan beberapa nama tempat yang mengikuti cara orang Portugis menulisnya. Kedua, peta ini memuat nama-nama tempat di pesisir utara Jawa yang jarang tercantum di peta lain dengan skala seperti ini; ini memperkuat dugaan bahwa penyusunan peta ini bersandar berat pada catatan para pelaut (Portugis?) yang menyusuri pantai utara Jawa. Ini misalnya terlihat dari pencatuman Anyer (Anser), Untung Jawa (Ontung Java), Angke (Angkee), Pamanukan (Manucan), Pati (Paty), dan Sedayu (Sydaye), di samping nama-nama yang sudah menjadi "langganan" seperti Banten, Jakarta, Mataram, Gresik, Blambangan, dsb. Di luar Jawa kita bisa baca juga Lampung (Lumpan) di Sumatera, serta Kota Waringin (Cotaringa) dan Sampit di Kalimantan di samping nama-nama yang sudah terkenal seperti Palembang (Palimbam) dan Banjarmasin (Bandermassin).
Juru kartografi: Pieter van der Aa
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Sabtu, 16 November 2024

Bali setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1946

Tentara-tentara Jepang yang masih berada di Bali (di latar belakang, menarik tali) membantu pendaratan kapal-kapal militer Belanda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Kapal-kapal militer Belanda mendarat di Sanur
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Pengibaran bendera Australia dan Belanda di Hotel Bali, Denpasar
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 2 Maret 1946
Tempat: Bali
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Jumat, 15 November 2024

Peta kuno dari tahun 1770: Ketika orang Inggris bukan hanya menggambar peta tapi juga bercerita

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1770
Tempat terbit: London
Tokoh:
Deskripsi: Orang Inggris terkenal memiliki selera sendiri soal narasi, dan terutama kekhasan dalam hal humor. Peta keluaran Inggris ini juga memiliki keunikan. Ketika peta-peta lain terfokus pada nama-nama tempat, atau sungai dan gunung, atau juga ilustrasi tentang dunia fauna yang mendiami sebuah tempat, peta Inggris ini dihiasi dengan beberapa catatan. Di perbatasan Laos-Siam misalnya, peta ini memperingatkan adanya orang-orang liar yang mendiami wilayah pegunungan di sekitar itu. Begitu juga di perbatasan Kamboja-Vietnam, di sini peta ini malah menyebut nama dari orang-orang liar ini, yaitu suku Kemoy. Wilayah Nusantara dan sekitarnya pun terkena. Salah satu teluk di barat Kalimantan diberi nama Bad Luck. Sebuah titik di barat Filipina diklaim sebagai English Bank; sementara bagian selatan Sumatera diakui sebagai Eng[lish] Fact. Pulau Sulawesi di sekitar garis khatulistiwa diberi catatan bahwa "tidak ada sungai yang layak dicatat di pulau ini". Bagian utara Kalimantan diberi catatan "bagian ini tidak banyak diketahui", sementara bagian tengah ditambahkan peringatan "bagian pulau ini dihuni oleh suku liar bernama Biayos (=Dayak)".
Juru kartografi: Thomas Kitchin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Kamis, 14 November 2024

Kepulauan Kei setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1945

Dapur di belakang rumah seorang warga Kei
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sebuah sumur di Kepulaua Kei dengan kedalaman sekitar 30 meter
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Dua aparat NICA bersama sekelompok warga Kei asal Manado
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Seorang mayor KNIL bernama Scheffer bersama anak-anak Kei di depan sekolah yang didirikan kembali setelah berakhirnya pendudukan Jepang
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Mayor Scheffer memberikan pengarahan kepada para pemuka warga Kei, terutama terkait masih belum adanya para tentara Jepang di Kei yang belum dipulangkan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Dua tentara Australia dan dua tentara Belanda, a.l. Mayor Scheffer, bersama warga Tual di Kepualauan Kei. Di sebelah kiri tampak 3 tentara Jepang menempel ke sebuah mobil.
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: November 1945
Tempat: Kepulauan Kei
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan: