Senin, 01 Desember 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (13)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Bahasan di awal: Kemiskinan ada dari dulu hingga sekarang, termasuk di masa penjajahan Belanda, dan kemudian dikabarkan meningkat tajam di masa pendudukan Jepang. Proklamasi kemerdekaan juga tidak menyulap kemiskinan menjadi sirna; perang kemerdekaan malah makin mempersulit pelaksanaan pengentasan kemiskinan karena prioritas para pihak berada di memenangkan konflik. Banyak foto yang menunjukkan kemiskinan semasa perang kemerdekaan: orang yang berpakaian compang-camping, berbadan kurus kering, luntang-lantung, dan warga yang senang mendapatkan makanan atau layanan kesehatan yang dibagikan pihak Belanda. Ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia sangat menderita; dan bahwa Belanda datang untuk mengubah suasana ini ke yang jauh lebih baik.
  • Teks asli penyerta foto:Deze man heeft met levensgevaar de demarcatielijn weten te behalen. Een nederlandse arts onderzoekt de ongelukkige. Medisch onderzoek te velde (KNIL). 
  • Terjemahan:Lelaki ini mempertaruhkan nyawa untuk mencapai garis demarkasi [=melintas dari wilayah yang dikuasai Republik ke area yang dikontrol Belanda]. Seorang dokter Belanda memeriksa korban yang malang ini. Pemeriksaan medis di lapangan (KNIL).
  • Catatan: Lihat juga kumpulan foto yang menampilkan kemiskinan di masa lalu.
Waktu: 1947
Tempat: Jawa Barat
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Minggu, 30 November 2025

Dari kumpulan dokumen lama di Wellcome Collection: Lukisan kuno tentang Gunung Api Banda

(klik untuk memperbesar | @ Wellcome Collection)

Tahun terbit: kemungkinan besar abad ke-19 
Tempat terbit: Belanda (?)
Tokoh:
Deskripsi: Ini merupakan tiga penampakan Gunung Api Banda: sisi tenggara (atas), sisi timur laut (bawah kiri), dan kawahnya (bawah kanan).
Juru foto/gambar: Van Oort
Sumber / Hak cipta: Wellcome Collection
Catatan:

Sabtu, 29 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (12)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Bahasan di awal: Kemiskinan ada dari dulu hingga sekarang, termasuk di masa penjajahan Belanda, dan kemudian dikabarkan meningkat tajam di masa pendudukan Jepang. Proklamasi kemerdekaan juga tidak menyulap kemiskinan menjadi sirna; perang kemerdekaan malah makin mempersulit pelaksanaan pengentasan kemiskinan karena prioritas para pihak berada di memenangkan konflik. Banyak foto yang menunjukkan kemiskinan semasa perang kemerdekaan: orang yang berpakaian compang-camping, berbadan kurus kering, luntang-lantung, dan warga yang senang mendapatkan makanan atau layanan kesehatan yang dibagikan pihak Belanda. Ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia sangat menderita; dan bahwa Belanda datang untuk mengubah suasana ini ke yang jauh lebih baik.
  • Teks asli penyerta foto:Zo worden de gevluchte kinderen uit de republikeinse "heilstaat" aangetroffen. Medisch ondezoek te Velde (KNIL). West-Java.
  • Terjemahan:Beginilah bagaimana anak-anak pengungsi dari "negara sejahteraan" Republik [Indonesia] ditemukan. Pemeriksaan kesehatan oleh Velde (KNIL), Jawa Barat.
  • Catatan: Lihat juga kumpulan foto yang menampilkan kemiskinan di masa lalu.
Waktu: 1947
Tempat: Jawa Barat
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Jumat, 28 November 2025

Dari kumpulan dokumen lama di Wellcome Collection: Lukisan kuno tentang lembah beracun di Banten

(klik untuk memperbesar | @ Wellcome Collection)

Tahun terbit: abad ke-19 
Tempat terbit: kemungkinan London 
Tokoh:
Deskripsi: Ini kemungkinan berasal dari catatan perjalanan Alexander Loudon di Banten. Lembah beracun yang ditulis Guevo Upas ini masih sulit diidentifikasi. Tapi kemungkinan ini adalah salah satu mata sumber gas belerang di Banten yang membuat binatang (dan manusia?) yang mendekatinya terkena sesak napas dan kemudian tewas.
Juru foto/gambar:
Sumber / Hak cipta: Wellcome Collection
Catatan:

Kamis, 27 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (11)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Bahasan di awal: Kemiskinan ada dari dulu hingga sekarang, termasuk di masa penjajahan Belanda, dan kemudian dikabarkan meningkat tajam di masa pendudukan Jepang. Proklamasi kemerdekaan juga tidak menyulap kemiskinan menjadi sirna; perang kemerdekaan malah makin mempersulit pelaksanaan pengentasan kemiskinan karena prioritas para pihak berada di memenangkan konflik. Banyak foto yang menunjukkan kemiskinan semasa perang kemerdekaan: orang yang berpakaian compang-camping, berbadan kurus kering, luntang-lantung, dan warga yang senang mendapatkan makanan atau layanan kesehatan yang dibagikan pihak Belanda. Ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia sangat menderita; dan bahwa Belanda datang untuk mengubah suasana ini ke yang jauh lebih baik.
  • Teks asli penyerta foto:Haveloos, gekleed in jute, in het pas bevrijd gebied. Voedseldristributie Amacal. West-Java.
  • Terjemahan:Miskin, berpakaian karung goni, di wilayah yang baru dibebaskan [dari kekuasaan Republik Indonesia]. Distribusi makanan [oleh] Amacal, Jawa Barat.
  • Catatan: Lihat juga kumpulan foto yang menampilkan kemiskinan di masa lalu.
Waktu: 1947
Tempat: Jawa Barat
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Rabu, 26 November 2025

Dari kumpulan dokumen lama di Wellcome Collection: Lukisan kuno tentang sumber air panas berbelerang di Serang

(klik untuk memperbesar | @ Wellcome Collection)

Tahun terbit: 1817 
Tempat terbit: London 
Tokoh:
Deskripsi: Gambar ini merupakan bagian dari catatan perjalanan Clarke Abel di Serang, Banten. Abel menulis "We returned to Sirang on the evening of the 15th, and on the following morning made an excursion to a place called Epetan, about eighteen miles to the north of Sirang, to see some mineral springs. These springs are in the midst of a jungle on the right hand side of the road from Sirang to Batavia, and the country for many miles around is a perfect flat. On approaching them I smelt the sulphureous gas, which they throw out in immense quantities." Berdasarkan informasi ini, yang dia maksud dengan "Epetan" tempat sumber belerang ini kemungkinan adalah Kampung Cibetik, Kelurahan Pengampelan, Kecamatan Walantaka.
Juru foto/gambar:
Sumber / Hak cipta: Wellcome Collection
Catatan:

Selasa, 25 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (10)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Bahasan di awal: Kemiskinan ada dari dulu hingga sekarang, termasuk di masa penjajahan Belanda, dan kemudian dikabarkan meningkat tajam di masa pendudukan Jepang. Proklamasi kemerdekaan juga tidak menyulap kemiskinan menjadi sirna; perang kemerdekaan malah makin mempersulit pelaksanaan pengentasan kemiskinan karena prioritas para pihak berada di memenangkan konflik. Banyak foto yang menunjukkan kemiskinan semasa perang kemerdekaan: orang yang berpakaian compang-camping, berbadan kurus kering, luntang-lantung, dan warga yang senang mendapatkan makanan atau layanan kesehatan yang dibagikan pihak Belanda. Ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia sangat menderita; dan bahwa Belanda datang untuk mengubah suasana ini ke yang jauh lebih baik.
  • Teks asli penyerta foto:Zodra het volk bevrijd was verdrong het zich om de keuken van onze troepen om, als het mogelijk was, een restantje te krijgen. Uitgehongerd en arm - zo vonden we de bevolking in de rijkste streken van Java.
  • Terjemahan:Begitu rakyat dibebaskan [dari kekuasan Republik Indonesia], mereka mengerumuni dapur pasukan kami  untuk mengambil sisa makanan yang bisa mereka dapatkan. Kelaparan dan miskin — begitulah kami menemukan penduduk di wilayah-wilayah [yang sejatinya] terkaya di Jawa.
  • Catatan: Lihat juga kumpulan foto yang menampilkan kemiskinan di masa lalu.
Waktu: 1947
Tempat: Jawa
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Senin, 24 November 2025

Minggu, 23 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (9)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Bahasan di awal: Di tahun 1940-an, bahkan hingga ke masa tidak terlalu lama sebelum sekarang, masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di pedesaan dan tempat terpencil, tidak sering menikmati hiburan. Tidak ada radio, bioskop, televisi, apalagi telepon genggam dan internet. Ketika ada rombongan orang kulit putih melintas dengan kendaraan militer, bagi banyak masyarakat itu adalah semacam tontonan yang harus dilihat meskipun harus berjalan kaki jauh ke untuk sampai ke tepi jalan. Karena pada dasarnya mereka murah senyum, rombongan ini disambut meriah pula; apalagi jika rombongan ini membagi-bagikan makanan atau barang yang belum pernah mereka lihat. Momen seperti ini banyak diabadikan juru foto Belanda; dan ada pihak yang menambahkan narasi bahwa masyarakat Indonesia menyambut meriah dan gembira kedatangan pihak Belanda, seolah-olah ini sama dengan gembiranya orang Eropa mengelu-elukan kedatangan pasukan Amerika yang mengusir tentara Nazi Jerman dari tempat mereka.
  • Teks asli penyerta foto:Bevrijde Indonesiërs op Bali.
  • Terjemahan:Warga Indonesia yang dibebaskan [Belanda] di Bali.
  • Catatan: Lihat juga posting sebelum ini.
Waktu: kemungkinan 1946
Tempat: Bali
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Sabtu, 22 November 2025

Peta kuno keluaran Jerman tentang Asia dan Nusantara dari tahun 1624

(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)


Tahun terbit: 1624
Tempat terbit: Jerman
Tokoh:
Deskripsi: Ini merupakan peta berbahasa Latin karya orang Jerman bernama Philipp Clüver yang sekarang dikenang sebagai salah satu perintis geografi sejarah (historical geography). Terkait Nusantara, berikut nama pulau/kepulauan dan tempat yang sudah dikenal di kalangan masyarakat berpendidikan di Eropa pada saat itu:

  • Aru
  • Baly (Bali)
  • Banca (Bangka)
  • Banda
  • Borneo (Kalimantan)
  • Bouro (Buru)
  • Cambava (Sumbawa)
  • Carimon Iava (Karimun Jawa)
  • Celebes (Sulawesi)
  • Ceram (Seram)
  • Flores
  • Gilolo (Halmahera)
  • Iava Maior (Jawa)
  • Madura
  • Mintaon (Mentawai)
  • Moretay (Morotai)
  • Nyas (Nias)
  • Pars Nova Guinea
  • Sumatra
  • Timor

  • Achem (Aceh)
  • Amboina (Ambon)
  • Bancalis (Bengkalis)
  • Bandarmassin (Banjarmasin)
  • Bantam (Banten)
  • Batavia / Iacatra (Jakarta)
  • Iamby (Jambi)
  • Macasser (Makassar)
  • Manado
  • Mataran (Mataram)
  • Palimbam (Palembang)
  • Sambas
  • Sampit
  • Succadano (Sukadana)
  • Tetolli (Toli Toli)

Juru kartografi: Philipp Clüver (berdasarkan karya Willem Blaeu)
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Jumat, 21 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (8)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Bahasan di awal: Di tahun 1940-an, bahkan hingga ke masa tidak terlalu lama sebelum sekarang, masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di pedesaan dan tempat terpencil, tidak sering menikmati hiburan. Tidak ada radio, bioskop, televisi, apalagi telepon genggam dan internet. Ketika ada rombongan orang kulit putih melintas dengan kendaraan militer, bagi banyak masyarakat itu adalah semacam tontonan yang harus dilihat meskipun harus berjalan kaki jauh ke untuk sampai ke tepi jalan. Karena pada dasarnya mereka murah senyum, rombongan ini disambut meriah pula; apalagi jika rombongan ini membagi-bagikan makanan atau barang yang belum pernah mereka lihat. Momen seperti ini banyak diabadikan juru foto Belanda; dan ada pihak yang menambahkan narasi bahwa masyarakat Indonesia menyambut meriah dan gembira kedatangan pihak Belanda, seolah-olah ini sama dengan gembiranya orang Eropa mengelu-elukan kedatangan pasukan Amerika yang mengusir tentara Nazi Jerman dari tempat mereka.
  • Teks asli penyerta foto: met een geladenheid, die de bevolking eigen is, wacht iedereen rustig zijn beurt af. Bali. Distributie Amacal..
  • Terjemahan: Dengan ketenangan khas penduduk [setempat], semua orang dengan tenang menunggu giliran [mendapatkan bantuan]. Bali. Distribusi Amacal.
  • Catatan:
Waktu: kemungkinan besar 1946
Tempat: Bali
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Kamis, 20 November 2025

Pertempuran laut antara Belanda dan Portugis dalam memperebutkan Banten, 1601 (2)

Di penghujung tahun 1601 Belanda mencatat tonggak penting dalam sejarah penjajahannya. Satuan kapal perang Belanda yang hanya terdiri dari 5 kapal utama, berhasil mengalahkan armada Portugis yang terdiri dari 30 kapal. Inilah momentum yang membuat Belanda mulai menggeser posisi Portugis, yang sampai saat itu masih mendominasi perairan Nusantara, hingga akhirnya menjadi penjajah yang hampir tunggal di kawasan Nusantara.

Lukisan di bawah merupakan salah satu usaha Belanda mengilustrasikan peristiwa ini. Versi berwarna dari gambar ini pernah dimuat di posting ini sebelumnya. 

(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)

Tahun terbit: 1644 (tentang peristiwa di 1601)
Tempat terbit: Amsterdam
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar:
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Rabu, 19 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (7)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Bahasan di awal: Di tahun 1940-an, bahkan hingga ke masa tidak terlalu lama sebelum sekarang, masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di pedesaan dan tempat terpencil, tidak sering menikmati hiburan. Tidak ada radio, bioskop, televisi, apalagi telepon genggam dan internet. Ketika ada rombongan orang kulit putih melintas dengan kendaraan militer, bagi banyak masyarakat itu adalah semacam tontonan yang harus dilihat meskipun harus berjalan kaki jauh ke untuk sampai ke tepi jalan. Karena pada dasarnya mereka murah senyum, rombongan ini disambut meriah pula; apalagi jika rombongan ini membagi-bagikan makanan atau barang yang belum pernah mereka lihat. Momen seperti ini banyak diabadikan juru foto Belanda; dan ada pihak yang menambahkan narasi bahwa masyarakat Indonesia menyambut meriah dan gembira kedatangan pihak Belanda, seolah-olah ini sama dengan gembiranya orang Eropa mengelu-elukan kedatangan pasukan Amerika yang mengusir tentara Nazi Jerman dari tempat mereka.
  • Teks asli penyerta foto:wanneer het Rode Kruis team naar elders vertrekt wordt het steeds door de bevolking nagewuifd.. Bali 1946.
  • Terjemahan:Setiap kali tim Palang Merah [Belanda] berangkat ke lokasi lain, penduduk setempat selalu melambaikan tangan. Bali, 1946.
  • Catatan: 
Waktu: 1946
Tempat: Bali
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Selasa, 18 November 2025

Lukisan Belanda tentang Geger Pacinan, konflik bersenjata antara VOC dan warga Tionghoa Batavia, 1740 (2)

Selama hampir dua pekan, tepatnya dari tanggal 9 hingga 22 Oktober 1740, terjadi konflik bersenjata antara VOC dengan warga Tionghoa di Batavia. Diperkirakan pergolakan ini memakan korban sekitar 500 serdadu VOC anak-anak, dan orang jompo.

Dahulu, orang Belanda menyebut kejadian ini sebagai "schrikkelijke slagting der Chinezen, na de ontdekking van hun verraad" (pertempuran mengerikan orang Tionghoa setelah pengkhianatan mereka terbongkar), dan orang Jerman memberi istilah "Rebellion der Chinesen" (pemberontakan orang Tionghoa) yang senada dengan istilah Belanda "Opstand der Chinezen te Batavia", yang memberi konotasi pelaku atas warga Tionghoa. Sekarang orang lebih memilih istilah "Chinezenmoord" (pembunuhan atas warga Tionghoa) atau "Batavia Massacre" (pembantaian Batavia) yang memberi konotasi korban kepada warga Tionghoa. Sejarawan Indonesia menggunakan istilah "Geger Pacinan" yang lebih tidak memihak.

Berikut ini adalah lukisan yang pernah dimuat di posting ini sebelumnya; kali ini dalam ukuran yang dua kali lebih besar, dan tampaknya berasal dari edisi lain. Edisi ini hanya berisi keterangan dua baris di bawah gambar, tidak sebanyak yang sebelumnya. Gambarnya tetapi tetap sama, yaitu a.l. memperlihatkan bagaimana meriam VOC menembaki perkampungan warga Tionghoa (yang atap rumahnya memiliki bulan sabit) sementara api sudah membara di wilayah pecinan ini. Adegan yang mengerikan tentunya bagian di mana VOC mengepung dan membantai warga Tionghoa, atau menggiringnya ke sungai untuk kemudian ditenggelamkan.

(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)

Tahun terbit: sekitar 1740
Tempat terbit: Belanda 
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Adolf van der Laan 
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Senin, 17 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (6)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Bahasan di awal: Di tahun 1940-an, bahkan hingga ke masa tidak terlalu lama sebelum sekarang, masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di pedesaan dan tempat terpencil, tidak sering menikmati hiburan. Tidak ada radio, bioskop, televisi, apalagi telepon genggam dan internet. Ketika ada rombongan orang kulit putih melintas dengan kendaraan militer, bagi banyak masyarakat itu adalah semacam tontonan yang harus dilihat meskipun harus berjalan kaki jauh ke untuk sampai ke tepi jalan. Karena pada dasarnya mereka murah senyum, rombongan ini disambut meriah pula; apalagi jika rombongan ini membagi-bagikan makanan atau barang yang belum pernah mereka lihat. Momen seperti ini banyak diabadikan juru foto Belanda; dan ada pihak yang menambahkan narasi bahwa masyarakat Indonesia menyambut meriah dan gembira kedatangan pihak Belanda, seolah-olah ini sama dengan gembiranya orang Eropa mengelu-elukan kedatangan pasukan Amerika yang mengusir tentara Nazi Jerman dari tempat mereka.
  • Teks asli penyerta foto:Nederlandse militaire colonne begroet door plaatselijke bevolking, Java.
  • Terjemahan: Konvoi militer Belanda disambut penduduk setempat, Jawa.
  • Catatan: Lihat juga posting sebelum ini.
Waktu: 1947
Tempat: Jawa
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Minggu, 16 November 2025

Peta kuno dari tahun 1750: Jakarta ketika masih dikelilingi pesawahan dan kebun (3)

(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)


Tahun terbit: 1750
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi: Peta ini merupakan versi yang tidak diwarnai dari dokumen yang pernah ditampilkan di posting sebelum ini. Peta ini memperlihatkan kawasan dari Angke di barat hingga Ancol di timur, yang saat itu hampir sepenuhnya merupakan pesawahan dan perkebunan terutama tebu. Kawasan kota yang disebut Batavia sendiri hanya terdiri dari beberapa kompleks bangunan di selatan pelabuhan Sunda Kelapa, ditambah beberapa bangunan kecil di sepanjang Kali Besar. Pada saat itu Belanda menempatkan beberapa benteng dan pos pertahanan yang tampak jelas di peta ini, yaitu Ancol di timur, Jacatra di tenggara, Noordwyck di selatan, Anke di barat daya, serta Corps de Garde di Untung Jawa di barat laut.
Juru kartografi: Jacques-Nicolas Bellin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Sabtu, 15 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (5)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Teks asli penyerta foto:Tientallen Hindoes vluchten naar de Nederlanders en zijn daar veilig. Gevluchte Hindoe-families. West-Java.
  • Terjemahan:Puluhan umat Hindu mengungsi ke [wilayah yang dikuasai] Belanda dan menemukan keamanan di sana. Keluarga-keluarga Hindu yang mengungsi. Jawa Barat.
  • Bahasan:Berbeda dengan di Jawa Timur di mana ada wilayah dengan komunitas yang menganut agama Hindu, di Jawa Barat tidak ada kelompok seperti ini. Warga Badui, saat itu secara administratif masih masuk Jawa Barat, tidak menyebut diri penganut Hindu; pakaian yang dikenakan di foto ini pun bukanlah baju yang biasa dipakai warga Badui, baik yang dalam maupun yang luar. Jadi, kemungkinan besar ibu-ibu dan anak-anak ini sekedar warga yang berkumpul di tepi jalan untuk melihat rombongan militer Belanda lewat, dan difoto. Pihak propandis Belanda kemudian menggunakan foto ini dengan narasi bahwa kaum minoritas tidak merasa aman di wilayah Republik Indonesia dan lebih memilih mengungsi ke kawasan yang dikuasai militer Belanda.
  • Catatan:
Waktu: kemungkinan 1947
Tempat: kemungkinan Jawa Barat
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Jumat, 14 November 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (12)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Hardouin memperlihatkan wajah seorang ulama di Jawa di abad ke-19, kemungkinan di sebuah area keagamaan misalnya mesjid atau pesantren. Dia mengenakan serban, sarung kotak-kotak, baju gamis yang ditutup jubahm serta sndal jepit. Dia juga membawa sebuah kitab dan tasbih.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
AI cukup berhasil dalam membuat lukisan Hardouin menjadi tampak realistis. Bagian-bagian dari pakaian si ulama, hingga ke kita dan tasbihnya tampak seperti hasil fotografi. AI tetapi menambahkan kumis dan janggut putih ke Pak Kyai yang membuatnya tampak lebih matang.
(klik untuk memperbesar)
Ini adalah seorang Tionghia yang duduk memainkan kongahyan, sebuah alat musik gesek yang kemudian menyebar ke masyarakat Betawi, Sunda, Jawa, hingga ke Bali. Pria ini digambarkan bertelanjang dada dan bertaucang dan kelihatan sedang berada di sebuah kawasan pecinan.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Secara keseluruhan AI lumayan berhasil menampilkan gambaran yang lebih realistis dari lukisan Hardouin di atas. Si pemain konghayan digambarkan seperti nyata, begitu juga pria di latar belakang, kawasan perumahan hingga ke lampion yang menggantung. Kesalahan muncul di alat penggesek yang ditampilkan seperti sepasang sumpit yang panjang.
(klik untuk memperbesar)
 
Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Kamis, 13 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (4)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Teks asli penyerta foto:Indonesische militairen lopen mee tijdens een loyaliteitsdemonstratie te Pematang Siantar (Pematangsiantar).
  • Terjemahan:Tentara Indonesia berpartisipasi dalam demonstrasi kesetiaan [terhadap Belanda] di Pematang Siantar (Pematangsiantar).
  • Bahasan: Ini sudah benar kejadiannya di Pematang Siantar, tepatnya tanggal 27 Agustus 1947; tetapi para lelaki yang berbaris bukanlah tentara atau militer Indonesia, melainkan sebuah milisi bernama Batakse Burgerwacht (Penjaga Warga Batak).
  • .Catatan: Lihat juga posting sebelum ini.
Waktu: 27 Agustus 1947
Tempat: Pematang Siantar
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Rabu, 12 November 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (11)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Hardouin menggambarkan seorang saudagar Arab yang tiba di sebuah pelabuhan di Jawa. Dia mengenakan baju tradisionalnya, termasuk sandal khasnya. Dia ditemani oleh seorang bujang yang membawa kotak barang milik si saudagar.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI sangat bagus dalam menampilkan detail dari pakaian yang dikenakan dua orang ini. Mulai dari serban, jubah bergaris, rompi dengan ornamen, hingga ke baju dan celana si bujang berikut sarungnya.
(klik untuk memperbesar)
Secara harfiah, judul yang diberikan Hardouin adalah "seorang budak yang sedang mandi". Tetapi yang ditampilkan kemungkinan adalah seorang pembantu, atau malah seorang wanita biasa. Saat itu mandi di sungai adalah hal yang lumrah dilakukan, dan tradisi ini masih ada hingga sekarang di beberapa tempat.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
AI lumayan bagus dalam menampilkan si perempuan yang sedang mandi ini sehingga terkesan sangat realistis. AI juga menggambarkan tangga kayu yang di pijak, tonggak kayu di mana dua helai pakaian menumpuk, hingga ke susunan bata yang menjadi tangga menuju ke sungai. Menariknya, AI mengubah posisi mandi si perempuan lain, dan memindahkan si lelaki dari tepi air menjauh ke atas; boleh jadi agar hasil akhirnya tidak terlalu kontroversial.
(klik untuk memperbesar)
 
Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Selasa, 11 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (3)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Teks asli penyerta foto:Bij de bevrijding van Medan door de Politionele actie kwamen ook ondergedoken Britsch Indiërs voor de dag voor een loyaliteitsdemonstratie.
  • Terjemahan:Ketika Medan dibebaskan melalui Aksi Polisi, warga India-Inggris yang bersembunyi juga maju menunjukkan kesetiaan [terhadap pemerintahan Belanda].
  • Bahasan:Foto dibuat pada tanggal 27 Agustus 1947 di Pematang Siantar, jadi bukan di Medan. Warga di foto ini berburus mendukung Negara Sumatera Timur, jadi bukan yang tadi bersembunyi kemudian keluar menyambut kembalinya Belanda. Dan yang disebut "warga India-Inggris" sejatinya adalah para pendatang dari Jazirah Hindia dan/atau keturunannya yang mengadu untung dengan berusaha di sekitar pantai timur Sumatera.
  • Catatan: Lihat juga posting sebelum ini.
Waktu: 27 Agustus 1947
Tempat: Pematang Siantar
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Senin, 10 November 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (10)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Hardouin menggambarkan seorang Tionghoa yang bekerja sebagai pandai besi di Jakarta. Dia sedang menempa sebatang besi di atas paron, sementara di belakangnya ada tungku pemanas, tong berisi air untuk pendingin, serta sebuah palu gada yang tergeletak di lantai. Dia memakai pakaian yang sangat minimalis, kemungkina karena hawa panas di bengkel itu, tetapi tetap mengenakan tutup kepala yang pada zaman itu tampaknya memang "wajib" untuk banyak kalangan.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI ini lumayan mantap menggambarkan si pandai besi ini, berikut peralatannya. AI malah menambahkan beberapa perkakas lain di latar belakang.
(klik untuk memperbesar)
Hardouin melukiskan seorang serdadu bayaran asal Afrika yang menaruh nyawa untuk membela kepentingan Belanda. Orang Jawa menyebut orang semacam ini londo ireng. Dia tampaknya berada di garis depan ketika armada Belanda mendarat di sebuah pesisir dan melakukan penyerbuan. Di belakang dia tampak seorang serdadu lain yang tewas dalam aksi militer ini.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI cukup bagus menampilkan si londo ireng, hingga ke sarung yang dia selempangkan dan kilatan bayonet yang terhunus di senapannya. Tetapi sabuk, celana, dan sepatu sang serdadu terkesan modern; tentunya karena si model AI ini lebih terlatih dengan bahan-bahan masa kini daripada masa lalu. Kemudian topi yang terjatuh tidak sesuai dengan tutup kepala yang dikenakan militer Belanda saat itu.
(klik untuk memperbesar)

Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Minggu, 09 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (2)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Teks asli penyerta foto:Vreugde na de bevrijding door de politionele actie. Java.
  • Terjemahan:Kegembiraan [masyarakat] setelah pembebasan [dari kekuasaan Republik] melalui Aksi Polisionil [1]. Jawa.
  • Bahasan:Foto ini diambil pada tanggal 27 Agustus 1947 di Pematang Siantar, bukan di Jawa. Dan ini adalah unjuk rasa mendukung pembentukan Negara Sumatera Timur, bukan reaksi atas Aksi Polisionil 1 yang dimulai Belanda di bulan Juli 1947.
  • Catatan: Lihat juga posting sebelum ini.
Waktu: 27 Agustus 1947
Tempat: Pematang Siantar
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Sabtu, 08 November 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (9)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Hardouin menampilkan seorang penari ronggeng di sebuah kawasan yang ramai. Wanita ini mengenakan kemben merah dengan kain penutup pundak yang juga merah. Dia memakai kain panjang, yang dipenuhi dengan untaian aneka ragam kain-kain lain yang tampaknya menjadi ciri dari penari "jalanan" saat itu.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI lumayan bagus menangkap apa yang kemungkinan dulu dilihat oleh Hardouin, termasuk keramaian yang terjadi di latar belakang
(klik untuk memperbesar)
Menurut Hardouin, ini adalah penari ronggeng pria, sesuatu yang sejatinya hampir selalu dikaitkan dengan perempuan. Berbeda dengan penari ronggeng perempuan, pakaian si penari pria tampak lebih kompleks. Dia mengenakan hiasan di kepala serta di dada, membawa keris, beberapa lapis kain di pinggang, serta untaian pernik yang menjuntai dari kepalanya.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI ini sangat bagus menampilkan si penari. Pakaian, perhiasan, dan pernak-perik digambarkan dengan sangat meyakinkan. Bahkan posisi tangan yang khas dalam tarian, juga direka dengan tepat. Menariknya, AI membuat sendiri latar belakang yang terinspirasi oleh lukisan tapi memang berbeda.
(klik untuk memperbesar)
 
Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Jumat, 07 November 2025

Propaganda semasa Perang Kemerdekaan yang menjelekkan Republik Indonesia dan memperindah Belanda (1)

Orang bilang, ketika dua kubu berkonflik maka pihak pertama yang menjadi korban adalah sang kebenaran. Kedua kubu akan berusaha mencari dukungan, baik dari dalam maupun dari luar, agar posisi dia semakin kuat dalam perseteruan. Usaha ini tidak jarang dilakukan dengan peluncuran propaganda yang tentunya membagus-baguskan diri sendiri, dan memburuk-burukkan pihak lain. Tidak jarang pula bahan propaganda ini tidak selaras dengan fakta dan kebenaran. Dan ini terjadi dari dulu hingga sekarang.

Rangkaian foto berikut akan menampilkan hal seperti ini. Semasa Perang Kemerdekaan dulu rupanya ada kalangan yang memunculkan foto-foto sebagai pembuktian bahwa Republik Indonesia itu menyengsarakan dan/atau masyarakat di Nusantara suka dengan pemerintahan Kerajaan Belanda. Kita akan coba untuk meneliti apa yang sebenarnya ditampilkan oleh foto-foto ini.


(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
  • Teks asli penyerta foto: Loyaliteits-demonstratie te Medan na de bevrijding. De rood-witte vlag is vervangen door rood-wit-blauwe
  • Terjemahan: Demonstrasi loyalitas [masyarakat] di Medan paska-pembebasan [dari kekuasaan Republik]. Bendera merah-putih telah diganti oleh bendera merah-putih-biru.
  • Bahasan: Foto ini dibuat pada tanggal 30 April 1946, dan menggambarkan warga Jakarta yang merayakan ulang tahun ke-37 dari Putri Juliana. Jadi bukan di Medan, dan bukan pula menunjukkan dukungan masyarakat Medan atas datangnya kembali Belanda.
  • Catatan: Lihat juga posting sebelum ini.
Waktu: 30 April 1946
Tempat: Jakarta
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Kamis, 06 November 2025

Tayang ulang lukisan-lukisan karya Ernest Alfred Hardouin tentang aneka penampilan manusia di Jawa di abad ke-19 (8)

Ernest Alfred Hardouin aalah seorang pelukis yang lahir di Versailles, Perancis, pada tanggal 23 Januari 1820. Garis nasib membawanya ke Nusantara, di mana dia banyak mengabadikan wajah-wajah manusia di Jawa dalam bentuk lukisan. Hardouin wafat dalam usia relatif muda, yaitu 33 tahun, di kota tempat dia banyak mengeluarkan karyanya, yaitu di Jakarta pada tanggal 21 September 1953.

Blog ini pernah menampilkan rangkaian lukisan karya Hardouin ini, a.l. yang dimulai di posting ini. Warisan Hardouin ini turut berjasa untuk memperlihatkan bagaimana keadaan dan penampilan nenek moyang kita di sekitar 200 tahun lalu. Kali ini kita mencoba menayang ulang beberapa gambar yang sejatinya sudah pernah muncul, tetapi sekarang dari sumber lain dan dalam ukuran yang lebih besar. Kali ini kita coba juga untuk meminta bantuan AI untuk mereka-reka bagaimana penampilan sesungguhnya dari orang-orang yang digambar oleh Hardouin. Tentu saja, keluaran AI ini hanya merupakan pendekatan, bukan aslinya. Bahkan di beberapa detail, AI, karena keterbatasan di data latihannya harus menyerah dan menampilkan hal yang berbeda, atau malah mengambil kebebasan untuk menggambar menurut kemauan dia sendiri.


Ini adalah seorang pelaut Jawa dalam gambaran Harduoin. Dia memakai semacam rompi di luar pakaian lengan panjang, serta celana panjang biru. Selain ikat kepala, dia juga membelitkan seutas kain di pinggangnya, yang a.l. digunakan untuk menyisipkan sebuah parang.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rompi dan rambut panjang membuat AI menggambarkan pelaut ini sebagai seorang perempuan. Di putaran kedua, dengan permintaan untuk mengoreksi menjadi seorang lelaki, AI mengubahnya menjadi seorang pria. AI tetapi cukup bebas untuk mengubah latar belakang laut dan perahu-perahu sehingga sudut pandangya menjadi bervariasi.
(klik untuk memperbesar)
Kemungkinan besar Hardouin menampilkan gambar dari (para) narapidana yang sedang dipekerjakan di luar tahanan dalam tugas-tugas yang memerlukan tenaga, misalnya seperti penebangan pohon sebagaimana terlihat di latar belakang. Baju yang dia kenakan kemungkinan menggambarkan pakaian para narapidana di zamannya: baju panjang, celana panjang, serta ikat kepala dalam warna biru, ditambah sarung yang tampaknya menjadi semacam asesoris wajib pria saat itu.
(klik untuk memperbesar | @ Indies Gallery)
Rekaan AI cukup tajam menampilkan wajah seorang pesakitan di saat kerja luar. Hanya saja, jika tanpa prompt, tiga orang yang di latar belakang diterjemahkan seperti kelompok yang sedang berburu dengan menggunakan senapan.
(klik untuk memperbesar)

Tahun terbit: 1855
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi:
Juru foto/gambar: Ernest Alfred Hardouin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan: