Kamis, 05 Desember 2024

Dari penjelajahan Carl Alfred Bock ke wilayah suku Dayak di tahun 1878/1879 (2)

PENGANTAR

Di kalangan bangsa Eropa terutama zaman dulu, suku Dayak acapkali dikonotasikan dengan dua hal: head hunters dan cannibalism, atau penggal kepala dan makan daging manusia. Salah seorang perintis berani yang mencoba untuk memeriksa pandangan ini adalah seorang peneliti Norwegia bernama Carl Alfred Bock. Dalam usia 29 tahun, di tahun 1878 dan 1879 dia melakukan perjalanan penjelajahan ke pedalaman Kalimantan –dan juga Sumatera– untuk bertemu langsung dengan masyarakat pedalaman yang menghuni kawasan yang hingga saat itu dijauhi orang. Carl Bock mendokumentasikan perjalanan ini dalam bukunya The Head Hunters of Borneo, yang diterbitkan di tahun 1881 di London, dua tahun setelah penjelajahannya berakhir. Buku ini banyak memuat gambar-gambar berwarna yang diabadikan Carl Bock selama berkelana di Kalimantan.

Halaman judul dari The Head Hunters of Borneo edisi kedua yang terbit 1882
(klik untuk memperbesar)

Blog ini akan menampilkan ilustrasi-ilustrasi yang berharga ini, yang berjasa menggambarkan suku Dayak menjelang akhir abad ke-19.


Seorang wanita Dayak Punan, dengan kalung, tapi tanpa perhiasan lain seperti anting, hiasan rambut, tattoo, dsb.
(klik untuk memperbesar)
Tiga pria Dayak tertidur dengan mandau, tameng, dan kantung air digantung atau disandarkan ke pohon. Tampaknya masyarakat Dayak membawa semacam tikar untuk merebahkan diri saat istirahat.
(klik untuk memperbesar)
Dua wanita Dayak. Yang sebelah kiri kemungkinan memiliki jenjang sosial lebih tinggi karena berkalung, beranting, dan memakai kain yang lebih panjang. Yang sebelah kanan, menurut Carl Bock adalah maid ("pembantu"), tampaknya bertugas menggendong anak dari perempuan yang kiri.
(klik untuk memperbesar)
1-4: Pola tattoo suku Dayak. 5: Semacam anyaman untuk menyimpan barang.
(klik untuk memperbesar)
Seorang kepala suku dengan mandau dan tombak
(klik untuk memperbesar)

Waktu: 1878/1879
Tempat: Kalimantan
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Carl Alfred Bock
Catatan:

Rabu, 04 Desember 2024

Foto-foto pengintaian udara yang diambil Sekutu semasa Perang Dunia 2: Kupang, Medan, dan Pekanbaru

Landasan pacu di Pekanbaru
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Landasan pacu di Medan dengan tulisan "BELAWAN DELI"
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Landasan pacu di Kupang
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: antara 1942 dan 1945
Tempat: Kupang, Medan, Pekanbaru
Tokoh:
Peristiwa: Menjelang akhir Perang Dunia 2, ketika Jepang makin defensif, pihak Sekutu memanfaatkan keunggulan udara mereka untuk melakukan pengintaian atas-atas posisi penting atau strategis, termasuk berbagai tempat di wilayah Nusantara seperti yang ditampilkan di foto-foto di atas.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Selasa, 03 Desember 2024

Dari penjelajahan Carl Alfred Bock ke wilayah suku Dayak di tahun 1878/1879 (1)

PENGANTAR

Di kalangan bangsa Eropa terutama zaman dulu, suku Dayak acapkali dikonotasikan dengan dua hal: head hunters dan cannibalism, atau penggal kepala dan makan daging manusia. Salah seorang perintis berani yang mencoba untuk memeriksa pandangan ini adalah seorang peneliti Norwegia bernama Carl Alfred Bock. Dalam usia 29 tahun, di tahun 1878 dan 1879 dia melakukan perjalanan penjelajahan ke pedalaman Kalimantan –dan juga Sumatera– untuk bertemu langsung dengan masyarakat pedalaman yang menghuni kawasan yang hingga saat itu dijauhi orang. Carl Bock mendokumentasikan perjalanan ini dalam bukunya The Head Hunters of Borneo, yang diterbitkan di tahun 1881 di London, dua tahun setelah penjelajahannya berakhir. Buku ini banyak memuat gambar-gambar berwarna yang diabadikan Carl Bock selama berkelana di Kalimantan.

Halaman judul dari The Head Hunters of Borneo edisi kedua yang terbit 1882
(klik untuk memperbesar)

Blog ini akan menampilkan ilustrasi-ilustrasi yang berharga ini, yang berjasa menggambarkan suku Dayak menjelang akhir abad ke-19.


Rute penjelajahan Carl Bock dalam garis merah yang yang menyambungkan Banjarmasin dan Samarinda. Carl Bock menuliskan kawasan yang dihuni suku Dayak, suku Melayu, dan wilayah yang tak berpenghuni atau dipenuhi belantara. Carl Bock juga menunjukkan area yang merupakan daerah yang hanya dihuni Dayak Punan.
(klik untuk memperbesar)
Seorang pemuda Dayak membawa mandau
(klik untuk memperbesar)
1 dan 2: Dua pemuda Dayak yang mengiringi Carl Bock dalam penjelajahannya. 3: Gaya rambut seorang pria Dayak dari Long Blehh.
(klik untuk memperbesar)
Seorang pria Dayak dari Long Wahau, dengan hiasan di kuping, leher, tangan, betis, dan tentu saja mandau
(klik untuk memperbesar)
Para bangsawan Kesultanan Kutai. Carl Bock mencantumkan nama-namanya. Sultan Kutai saat itu adalah Aji Muhammad Sulaiman. Dua orang dengan tutup kepala tanpa umbul-umbul, dan tanpa nama, kemungkinan adalah abdi dalem.
(klik untuk memperbesar)

Waktu: 1878/1879
Tempat: Kalimantan
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Carl Alfred Bock
Catatan:

Senin, 02 Desember 2024

Foto-foto pengintaian udara yang diambil Sekutu semasa Perang Dunia 2: Jambi dan Pulau Buru

Landasan pacu di Pulau Buru …
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
… yang kelak menjadi Bandara Namlea
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Landasan pacu di Jambi
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: antara 1942 dan 1945
Tempat: Jambi, Pulau Buru
Tokoh:
Peristiwa: Menjelang akhir Perang Dunia 2, ketika Jepang makin defensif, pihak Sekutu memanfaatkan keunggulan udara mereka untuk melakukan pengintaian atas-atas posisi penting atau strategis, termasuk berbagai tempat di wilayah Nusantara seperti yang ditampilkan di foto-foto di atas.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Minggu, 01 Desember 2024

Nusantara dalam peta kuno berbahasa Latin keluaran tahun 1680

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1680
Tempat terbit: Amsterdam
Tokoh:
Deskripsi: Ini salah satu dari sekian peta yang berjudul "Hindia Timur" (IndiƦ Orientalis) tetapi sejatinya menampilkan wilayah yang lebih luas. Peta ini malah mencakup Persia, Hindia, Asia Tenggara daratan, Tiongkok, Taiwan, bahkan sebagian Jepang. Di wilayah Nusantara peta ini banyak sekali mencantumkan nama tempat, yang umumnya di sekitar pesisir. Sayang sekali salinan yang kita dapat ini resolusinya terlalu kecil, sehingga sulit sekali untuk membaca nama-nama ini. Kita hanya bisa melihat bahwa peta ini cukup menampikan Nusantara dengan kontur yang lumayan. Pengecualian besar tapi bisa terlihat di wilayah Sabah (ujung timur laut Kalimantan), serta "lengan" Sulawesi Tengah yang tidak tampak. Papua, yang saat itu memang belum banyak terjelajahi, ditampilkan seadanya; dan peta ini cukup jujur dengan menampilkan kontur Papua masih secara terputus, belum dalam garis penuh.
Juru kartografi: Frederick de Wit
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan: