(klik untuk memperbesar | © Leo Jordaan / AVS) |
Karikatur ini terbit di Het Parool edisi 29 Juli 1947, yang tampaknya menyindir Aksi Polisionil 1 sebagai tindakan berlebihan layaknya seorang polisi mengatur lalu lintas dengan mengerahkan meriam berkaliber raksasa.
(klik untuk memperbesar | © Leo Jordaan / AVS) |
Karikatur ini terbit di Het Parool edisi 21 Desember 1948, dengan mengutip ucapan Julius Caesar ketika memutuskan untuk memerangi Gnaeus Pompeius Magnus: Alea iacta est ("dadu telah digulirkan", artinya keputusan sudah diambil tapi keluarannya belum bisa dipastikan). Leo Jordaan secara cerdik memplesetkan ucapan ini menjadi Alea Djokja est. Intensinya sama, yaitu bahwa keputusan Belanda melancarkan Aksi Militer 2 dengan menyerang Yogyakarta ini merupakan keputusan yang tidak bisa ditarik balik, dan hasil akhirnya tidak bisa diketahui dengan jelas.
(klik untuk memperbesar | © Wim van Wieringen / AVS) |
Karikatur ini terbit di De Vlam edisi 8 Januari 1949, memperlihatkan bagaimana diplomat Belanda Jan Herman van Roijen, di panggung sebuah pertunjukan dengan latar belakang gunung berapi yang menggambarkan Indonesia, dan tentara Belanda sebagai lelakon, mengganti papan judul Militaire Actie (aksi militer) dengan Veiligheids-maatregelen (tindakan pengamanan). Kalimat di bawah berbunyi: Explicateur van Royen: … De houding van het publiek dwingt ons, de vertoning onder een andere naam voort te zetten … (Van Roijen sang explikator: Sambutan penonton memaksa kami untuk meneruskan pertunjukan dengan nama lain), yang tampaknya menggambarkan bagaimana Belanda berusaha menunjukkan kepada dunia, di forum PBB saat itu, Aksi Polisionil 2 bukan sebagai tindakan militer.
Waktu:
1947, 1948, 1949
Tempat: karikatur di atas terbit di Belanda dengan mengacu ke peristiwa di Indonesia
Tokoh:
Peristiwa:
Juru foto/gambar:
Leo Jordaan / Wim van Wieringen
Sumber / Hak cipta: Atlas Van Stolk
Catatan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar