Sabtu, 31 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Sumedang, 1926

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Sumedang, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Waktu: antara 1926-1929
Tempat: Sumedang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:

Jumat, 30 Maret 2018

Aksi Polisionil 1: Pergerakan pasukan Belanda menuju Sukabumi, 1947

21 Juli 1947: Pergerakan infantri Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
24 Juli 1947: Pasukan Belanda memasuki perbatasan Sukabumi; plang kota masih memiliki huruf Katakan
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
28 Juli 1947: Pergerakan kendaraan militer Belanda di sekitar Cibadak
(klik untuk memperbesar | © Hugo Wilmar / spaarnestad)
28 Juli 1947: Pasukan Belanda di Sukabumi
(klik untuk memperbesar | © Hugo Wilmar / spaarnestad)
Waktu: Juli 1947
Tempat: Sukabumi
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Hugo Wilmar (dua foto terakhir)
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo / Het Nationaal Archief
Catatan:

Kamis, 29 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Sukabumi, 1926

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Sukabumi, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Waktu: antara 1926-1929
Tempat: Sukabumi
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:

Rabu, 28 Maret 2018

Aksi Polisionil 1: Beberapa foto dari Semarang, 1947

26 Juli 1947: Bunker TNI yang direbut Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
29 Juli 1947: Pasukan Belanda bergerak menuju pabrik gula Kaliwungu
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
November 1947: Pasukan Belanda berpose di depan mortir TNI yang direbut mereka di Kopeng
klik untuk memperbesar | © gahetna)
November 1947: Kolonel Kolonel D.R.A. van Langen dan J. Tijman mengamati mortir TNI yang direbut pasukan Belanda di wilayah Kopeng
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: Juli & November 1947
Tempat: Semarang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo / Het Nationaal Archief
Catatan:

Selasa, 27 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Cianjur, 1926

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Cianjur, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Dewan pemerintahan daerah Cianjur, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Waktu: Januari 1926
Tempat: Cianjur
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:

Senin, 26 Maret 2018

Aksi Polisionil 1: Beberapa foto dari wilayah Salatiga

Juli 1947: Amunisi TNI yang direbut pasukan Belanda
(klik untuk memperbesar | © N. Kroeze / gahetna)
Agustus 1947: Patroli pasukan Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
23 Oktober 1947: Sebuah pesawat militer Belanda terbang rendah di udara Salatiga
(klik untuk memperbesar | © Th. van de Burgt / gahetna)
23 Oktober 1947: Satuan artileri Belanda di Reksosari
(klik untuk memperbesar | © van Neyhof / gahetna)

Waktu: Juli/Agustus/Oktober 1947
Tempat: sekitar Salatiga
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Minggu, 25 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Bogor, 1926

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Bogor, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Dewan pemerintahan daerah Bogor, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: antara 1926-1929
Tempat: Bogor
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan: Ada kemungkinan dewan ini juga memiliki perwakilan dari warga keturunan Arab.

Sabtu, 24 Maret 2018

Aksi Polisionil 1 di sekitar Palembang: Beberapa foto dari sektor Palembang

Juli 1947: Pasukan Belanda berjaga di jembatan dusun Teluk (Lais, Musi Banyuasin); posisi ini dikabarkan menjadi sararan penembak jitu pihak TNI
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Agustus 1947: Penjagaan pasukan Belanda di Kayuagung setelah sebelumnya pihak TNI menyerang tentara Belanda wilayah ini
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Pasukan Belanda di Serdang Menang (Ogan Komering Ilir) menunggu kedatangan pasukan bantuan karena serangan pihak TNI di wilayah ini termasuk tangguh
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Sebuah foto yang perlu digali lebih lanjut. Menurut catatan Belanda foto ini menunjukkan empat warga sipil Belanda di tengah-tengah sekelompok pasukan TNI. Tidak ada keterangan tentang apa yang terjadi. Tetapi di latar belakang jelas ada tentara Belanda, dan di sebelah kiri kemungkinan ada tentara KNIL.
(klik untuk memperbesar | © Staal / gahetna)
Waktu: Juli/Agustus 1947
Tempat: Kayuagung (Ogan Komering Ilir), Lais (Musi Banyuasin), Palembang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Jumat, 23 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Bandung, 1926

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Bandung, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Dewan pemerintahan daerah Bandung, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Dewan pemerintahan daerah Bandung, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: antara 1926-1929
Tempat: Bandung
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan: Foto pertama pernah ditampilkan di posting tanggal 2 Maret 2017.

Kamis, 22 Maret 2018

Aksi Polisionil 1: Pasukan Belanda di wilayah Lumajang

22 Juli 1947: Pasukan marinir Belanda yang mendarat di Pasirputih memasuki wilayah Klakah
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad / gahetna)
22 Juli 1947: Kerumunan warga Klakah menonton kedatangan pasukan marinir Belanda
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad / gahetna)
8 September 1947: Pasukan Belanda memeriksa jaringan peledak yang ditemukan di pabrik gula Jatiroto
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: Juli/September 1947
Tempat: Jatiroto (Lumajang), Klakah (Lumajang)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Hugo Wilmar (dua foto pertama)
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo / Het Nationaal Archief
Catatan:

Rabu, 21 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Karawang, 1926

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Karawang, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: antara 1926-1929
Tempat: Karawang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan: Satu dari sedikit foto yang memperlihatkan ada perempuan di fota bersama anggota Regentschapsraad.

Selasa, 20 Maret 2018

Aksi Polisionil 1: Beberapa foto dari Karawang

23 Juli 1947: Pasukan Belanda dari Divisi 7 Desember di jalur Cikaranng-Karawang
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
21 Juli 1947: Dokumen TNI yang jatuh ke tangan Belanda; isinya permintaan potongan harga 50% atas daging untuk prajurit TNI
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Juli 1947: Bom peninggalan Jepang yang disita Belanda dari kantong TNI
(klik untuk memperbesar | © Bill Carmiggelt / gahetna)
Waktu: Juli 1947
Tempat: Karawang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Bill Carmiggelt (foto ketiga)
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Senin, 19 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Jakarta

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Batavia (Jakarta), 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Dewan pemerintahan daerah Jatinegara (Meester Cornelis), 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Dewan pemerintahan daerah Kebayoran (Jakarta), 1935
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: antara 1926-1929, 1936
Tempat: Jakarta
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:

Minggu, 18 Maret 2018

Sabtu, 17 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Serang, 1926

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Serang, 1926
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: antara 1926-1929
Tempat: Serang (Banten)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:

Jumat, 16 Maret 2018

Kamis, 15 Maret 2018

Dewan pemerintahan daerah (regentschapsraad) di zaman Belanda: Lebak, 1926

PENGANTAR

Dimulai di pertengahan tahun 1920-an pemerintah Hindia-Belanda membentuk regentschapsraad (dewan pemerintahan daerah) di beberapa wilayah. Meski kewenangannya tidak besar, dan juga keanggotaannya tidak ditentukan rakyat, ini termasuk langkah maju di dalam menampung aspirasi warga jajahan, sebagaimana halnya pembentukan Volksraad beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan foto-foto yang tersedia, dewan pemerintahan daerah ini kelihatannya hanya dibentuk di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian kecil Jawa Tengah.

Yang menarik dari foto-foto ini adalah keanggotaan dewan dan bagaimana pakaian yang dikenakan menunjukkan latar belakangnya. Warga Belanda tentunya berpakaian a la Barat; dan tanpa tutup kepala. Jumlah warga Belanda ini umumnya sedikit, kecuali di daerah yang menjadi tempat favorit mereka tinggal, seperti Jakarta, Bandung, atau Garut.

Warga lokal memiliki keanekaragaman dalam hal berpakaian. Kelompok priyayi umumnya mengenakan blangkon, baju adat, serta kain batik untuk bawahannya. Warga yang mendapat pendidikan Barat sudah mengenakan pakaian a la Barat, misalnya bercelana panjang, berjas, berdasi, dan tanpa tutup kepala. Kaum bangsawan yang mengenyam pendidikan modern berada di tengah-tengah: tetap mengenakan blangkon dan baju adat, tetapi menambahinya dengan dasi, baik yang panjang maupun kupu-kupu; bawahannya bisa celana atau kain tradisional. Di samping itu ada juga kelompok ulama atau saudagar Muslim yang mengenakan serban atau peci, baju jas tertutup atau jubah panjang, dengan bawahan kain sarung atau celana panjang.

Hampir semua yang muncul di foto adalah laki-laki. Ada beberapa wanita kulit putih, serta perempuan berkebaya di foto tertentu; tapi tidak jelas apakah mereka anggota dewan juga, atau istri dari salah satu anggota dewan.

Dewan pemerintahan daerah Lebak, 1926-1929
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: antara 1926-1929
Tempat: Lebak (Banten)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:

Rabu, 14 Maret 2018

Aksi Polisionil 1 di Cilacap: Pergerakan pasukan Belanda

27 Juli 1947: Pergerakan pasukan Belanda di malam hari
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad / gahetna)
27 Juli 1947: Pasukan Belanda menghitung posisi tembak artileri
(klik untuk memperbesar | © Hugo Wilmar / gahetna)
27 Juli 1947: Kesatuan artileri Belanda
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad / gahetna)
27 Juli 1947: Artileri Belanda di pesawahan
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad / gahetna)
27 Juli 1947: Pasukan Belanda menyeberangi kali Serayu
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad / gahetna)
27 Juli 1947: Pasukan Belanda menyeberangi kali Serayu
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad / gahetna)
27 Juli 1947: Pasukan Belanda setelah merebut pendopo yang sebelumnya dijadikan markas TNI
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad / gahetna)
Waktu: 27/28 Juli 1947
Tempat: Cilacap
Tokoh:
Peristiwa: Pergerakan pasukan Belanda di wilayah Cilacap semasa Aksi Polisionil 1, 27/28 Juli 1947.
Fotografer: Hugo Wilmar
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

UPDATE 3 Januari 2020
Foto nomor 4 dan 7 dalam ukuran yang lebih besar:

(klik untuk memperbesar | © Het Geheugen / Spaanerstad)
(klik untuk memperbesar | © Het Geheugen / Spaanerstad)