Sabtu, 30 November 2019

Pamflet dan karikatur di Belanda yang tidak mendukung kemerdekaan Indonesia, 1945/1947

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sebuah pamflet bertanggal 21 Desember 1945 dengan isi: "Seruan kepada bangsa Belanda. Pemerintah bermaksud untuk mengakui 'Republik Indonesia' sebagai sebuah negara merdeka dan mengikat perjanjian dengannya. ... Anda memiliki hak, tetapi juga kewajiban. Anda memiliki hak untuk pendapat Anda kepada pemerintah ini. Anda memiliki kewajiban untuk memperjuangkan masa depan Belanda dan Hindia(-Belanda). ... Tuntut pengunduran diri pemerintah ini. ... Hidup Ratu! Hidup Kerajaan!"

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sebuah pamflet dari "Komite Aksi Katolik Sementara" dari tahun 1945: "Kami warga Katolik tidak menginginkan apa yang diperintahkan oleh Partai Buruh [yaitu perjanjian Linggarjati yang a.l. berisi pengakuan atas Republik Indonesia]. Kami menginginkan keutuhan Kerajaan [yaitu Belanda beserta seluruh tanah jajahannya]."

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sebuah karikatur dari tahun 1947 yang menggambarkan apa yang bisa terjadi apabila Indonesia merdeka, yaitu warga Belanda harus menjadi pesuruh hotel untuk melayani bangsa Indonesia.

Waktu: 1945, 1947
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Jumat, 29 November 2019

Konstruksi jembatan bambu zaman dulu: Jembatan gantung dari bambu di atas Kali Serayu (1)

PENGANTAR

Sebelum warga Nusantara belum mengenal konstruksi beton atau baja, bambu adalah bahan yang digunakan untuk membuat jembatan. Bambu relatif mudah didapat, tersedia dalam berbagai ukuran panjang, mudah dipotong sesuai kebutuhan, dan cukup elastis dalam menahan beban.

Kelemahan bambu tetapi adalah daya topangnya yang terbatas. Di sini, warga Nusantara mencoba menyiasatinya dengan berbagai kreasi struktur, yang akan kita lihat di beberapa foto berikut ini.

Ketika beban yang harus diseberangkan makin besar dan rumit, serta rentang jembatan makin panjang, akhirnya bambu menemui limit kemampuannya, dan harus menyerahkan fungsi jembatan kepada beton dan baja hingga sekarang ini.

Jembatan bambu di atas Kali Serayu juga merupakan karya yang mengesankan. Di sini orang menggunakan dan menyambung-nyambung bambu sebagai penahan suspensi, dan menggambungkan batang-batang bambu sebagai menara penyangga. Foto-foto di bawah memperlihatkan jembatan dengan penyangga satu lapis.

1925
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
1925
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
1929
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
1930
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: 1925, 1929, 1930
Tempat: Wonosobo
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:

Kamis, 28 November 2019

Pamflet dukungan atas Indonesia di Belanda, 1945

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / Historisch Centrum Leeuwarden)
"Surabaya! Gencatan senjata di Indonesia. Jangan ada granat, cukup berunding! Membombardir kota terbuka adalah tindakan pengecut. Kita orang Belanda, dan bukan Nazi!". Kemungkinan besar pamflet ini muncul sebagai reaksi atas pertempuran 10 November 1945.

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2)
Sebuah pamflet dengan judul "Bangsa yang merdeka" menampilkan foto dan berita dari Indonesia, a.l. Soekarno berpidato di Yogyakarta, sementara para pemuda berkumpul mendengarkannya, serdadu Inggris/India bersiaga di Jakarta dan bagaimana mereka menandu seorang pemuda yang tertembak, serta pertemuan Sutan Sjahrir dengan van Mook yang ditengahi oleh Jenderal Christison di bulan Desember 1945.

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sebuah pamflet dari Partai Buruh dari tahun 1946 yang berbunyi "Tiga juta pemilih menuntut dari Belanda dan Indonesia implementasi penuh dari [hasil perjanjian] Linggarjati sekarang!"

Waktu: 1945, 1946
Tempat: Belanda, Jakarta, Yogyakarta
Tokoh: Soekarno (Presiden RI), Sutan Sjahrir (Perdana Menteri RI), Hubertus van Mook (Letnan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda), Letnan Jenderal Philip Christison (Panglima Sekutu untuk wilayah Asia Tenggara)
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / Historisch Centrum Leeuwarden / 
Catatan:

Rabu, 27 November 2019

Konstruksi jembatan bambu zaman dulu: Jembatan Batutulis (2)

PENGANTAR

Sebelum warga Nusantara belum mengenal konstruksi beton atau baja, bambu adalah bahan yang digunakan untuk membuat jembatan. Bambu relatif mudah didapat, tersedia dalam berbagai ukuran panjang, mudah dipotong sesuai kebutuhan, dan cukup elastis dalam menahan beban.

Kelemahan bambu tetapi adalah daya topangnya yang terbatas. Di sini, warga Nusantara mencoba menyiasatinya dengan berbagai kreasi struktur, yang akan kita lihat di beberapa foto berikut ini.

Ketika beban yang harus diseberangkan makin besar dan rumit, serta rentang jembatan makin panjang, akhirnya bambu menemui limit kemampuannya, dan harus menyerahkan fungsi jembatan kepada beton dan baja hingga sekarang ini.

Jembatan bambu di atas Sungai Cisadane di Batutulis, Bogor, termasuk objek yang banyak muncul di kartu-kartu pos zaman dulu. Tampaknya orang Belanda terkesan oleh pemakaian bambu di konstruksi melengkung atau jembatan busur. Foto-foto berikut ini akan memperlihatkan jembatan ini di berbagai era.

Sekitar 1905
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sekitar 1905
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sekitar 1910 (versi 1)
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sekitar 1910 (versi 2)
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sekitar 1920
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sekitar 1930
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Waktu: 1905, 1910, 1920, 1930
Tempat: Bogor
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:


UPDATE 11 Juni 2020: Tambahan foto

Sekitar tahun 1900
(klik untuk memperbesar | © C. Nieuwenhuis / NGA)

(klik untuk memperbesar | © George Lewis / NGA)

Selasa, 26 November 2019

Poster propaganda Belanda: Dukungan atas Konferensi Malino

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Waktu: masa perang kemerdekaan
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa: Sebuah poster Belanda yang mempropagandakan bagaimana (hasil Konferensi) Malino akan memberikan perlindungan atas ancaman dari kekacauan dan ancaman militerisme Jepang dan pejuang berikat kepala Merah-Putih.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Senin, 25 November 2019

Konstruksi jembatan bambu zaman dulu: Jembatan Batutulis (1)

PENGANTAR

Sebelum warga Nusantara belum mengenal konstruksi beton atau baja, bambu adalah bahan yang digunakan untuk membuat jembatan. Bambu relatif mudah didapat, tersedia dalam berbagai ukuran panjang, mudah dipotong sesuai kebutuhan, dan cukup elastis dalam menahan beban.

Kelemahan bambu tetapi adalah daya topangnya yang terbatas. Di sini, warga Nusantara mencoba menyiasatinya dengan berbagai kreasi struktur, yang akan kita lihat di beberapa foto berikut ini.

Ketika beban yang harus diseberangkan makin besar dan rumit, serta rentang jembatan makin panjang, akhirnya bambu menemui limit kemampuannya, dan harus menyerahkan fungsi jembatan kepada beton dan baja hingga sekarang ini.

Jembatan bambu di atas Sungai Cisadane di Batutulis, Bogor, termasuk objek yang banyak muncul di kartu-kartu pos zaman dulu. Tampaknya orang Belanda terkesan oleh pemakaian bambu di konstruksi melengkung atau jembatan busur. Foto-foto berikut ini akan memperlihatkan jembatan ini di berbagai era.

Sekitar 1867
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sekitar 1890
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sekitar 1900
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sekitar 1900
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Antara 1901 dan 1902
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
1902
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: 1867, 1890, 1900, 1902
Tempat: Bogor
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan: Foto nomor 4 pernah dimuat di posting sebelum ini.


UPDATE 11 Juni 2020

Foto nomor 2 dari sumber lain:

(klik untuk memperbesar | © NGA)

Minggu, 24 November 2019

Poster propaganda Belanda: Federasi lawan Republik

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / Museum Bronbeek)

Waktu: masa perang kemerdekaan
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa: Sebuah poster Belanda yang mempropagandakan bahwa pilihan negara republik (Indonesia) hanya akan menuju ke kekacauan; sementara memilih negara federasi (dengan tuntunan Belanda) akan menuju ke kekayaan, keamanan, kemakmuran, dan kemerdekaan.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / Museum Bronbeek)
Catatan:

Sabtu, 23 November 2019

Konstruksi jembatan bambu zaman dulu: Tipe rumit

PENGANTAR

Sebelum warga Nusantara belum mengenal konstruksi beton atau baja, bambu adalah bahan yang digunakan untuk membuat jembatan. Bambu relatif mudah didapat, tersedia dalam berbagai ukuran panjang, mudah dipotong sesuai kebutuhan, dan cukup elastis dalam menahan beban.

Kelemahan bambu tetapi adalah daya topangnya yang terbatas. Di sini, warga Nusantara mencoba menyiasatinya dengan berbagai kreasi struktur, yang akan kita lihat di beberapa foto berikut ini.

Ketika beban yang harus diseberangkan makin besar dan rumit, serta rentang jembatan makin panjang, akhirnya bambu menemui limit kemampuannya, dan harus menyerahkan fungsi jembatan kepada beton dan baja hingga sekarang ini.

Kediri 1900: Ini adalah jembatan gantung yang lumayan mengesankan. Tentunya konstruksi bambu harus dibantu dengan tambahan balok kayu yang lebih kokoh, dan anyaman tali/sabut yang kuat. Kuatnya konstruksi ini bisa terlihat dari melintasnya sebuah kereta kuda beroda empat di sebelah kanan.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Cipait, Karawang 1893: Ini juga sebuah karya yang lumayan impresif yang menggabungkan banyak faktor dari tipe-teipe sebelumya: sambungan bambu mendatar, atap pelindung, pagar pegangan, dan sekarang ditambah dengan konstruksi busur atau bambu melengkung. Sedikit balok kayu turut memperkuat topangan.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Mendut, Magelang 1874: Konstruksi ini harus diakui agak membingungkan. Tidak terlihat adanya konsep yang jelas jembatan ini harusnya seperti apa. Kemungkinan ini hasil kerja gotong royong di mana tiap orang menerapkan apa yang menurutnya paling baik.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Waktu: 1874, 1893, 1900
Tempat: Karawang, Kediri, Magelang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan: Foto kedua pernah dimuat di posting ini.

Jumat, 22 November 2019

Contoh propaganda Belanda dengan disinformasi: Pendaratan darurat pesawat Dakota Inggris di Bekasi, 1945

Laman ini pada tanggal 11 hingga 15 Agustus 2013 pernah memaparkan peristiwa pendaratan darurat pesawat Dakota milik Inggris di Bekasi yang mengangkut 5 awak Royal Air Force serta 20 serdadu dari resimen India pada tanggal 25 November 1945. Kelompok pemuda Banteng Hitam menyerbu dan menewaskan 25 personel militer Inggris ini, yang kemudian dikuburkan masal di bantaran sungai. Inggris berang dan membalas dengan membakar perumahan penduduk dan memaksa warga Bekasi untuk mengungsi. Peristiwa ini lumayan terdokumentasikan dengan jelas lengkap dengan foto-foto.

Menariknya, ketika kemudian perang kemerdekaan melawan Belanda bergolak, pihak Belanda menggunakan foto dari peristiwa ini, tetapi dengan narasi yang berbeda. Sudah dapat dipastikan bahwa pihak Belanda memperoleh foto ini dari Inggris; tetapi tampaknya keterangan atas foto ini diubah demi kepentingan propaganda.

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD / Imperial War Musem)
Foto di atas sejatinya memperlihatkan bagaimana militer Inggris memerintahkan warga lokal untuk menggali pinggiran sungai yang menjadi tempat penguburan tentara Inggris dan India. Bandingkan posting sebelum ini. Tetapi, teks Belanda yang mengiringi foto ini berbunyi "Massagraf van Europeanen en Chinezen vermoord door Indonesische extremisten. Java" (Kuburan masal dari warga Eropa dan Tionghoa yang dibunuh oleh para ekstremis Indonesia. Jawa), yang membuat foto ini menjadi "bukti" bahwa para pejuang membantai warga Eropa dan Tionghoa dan menguburkannya secara masal.

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD / Imperial War Musem)
Foto di atas sejatinya memperlihatkan bagaimana militer Inggris menanyai seorang emak-emak Bekasi, yang pastinya Sunda, yang kemungkinan besar adalah saksi atas peristiwa penyerbuan. Teks pihak Belanda, dalam bahasa Inggris!, yang menyertai foto ini tetapi berbunyi "Raid to Bekassi. Ambonese woman indicates grave of victims and describes murders." (Serbuan ke Bekasi. Wanita Ambon menunjukkan kuburan para korban dan menggambarkan para pembunuhnya.) yang seolah menyiratkan bahwa tidak semua orang Indonesia pro-kemerdekaan, "buktinya" adalah warga Ambon yang mau berkolaborasi dengan militer asing.

Waktu: 1945
Tempat: Bekasi
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie / Imperial War Musem)
Catatan:

Kamis, 21 November 2019

Konstruksi jembatan bambu zaman dulu: Tipe segitiga

PENGANTAR

Sebelum warga Nusantara belum mengenal konstruksi beton atau baja, bambu adalah bahan yang digunakan untuk membuat jembatan. Bambu relatif mudah didapat, tersedia dalam berbagai ukuran panjang, mudah dipotong sesuai kebutuhan, dan cukup elastis dalam menahan beban.

Kelemahan bambu tetapi adalah daya topangnya yang terbatas. Di sini, warga Nusantara mencoba menyiasatinya dengan berbagai kreasi struktur, yang akan kita lihat di beberapa foto berikut ini.

Ketika beban yang harus diseberangkan makin besar dan rumit, serta rentang jembatan makin panjang, akhirnya bambu menemui limit kemampuannya, dan harus menyerahkan fungsi jembatan kepada beton dan baja hingga sekarang ini.

Jawa 1935: Bentuk awal dari tambahan bambu yang mencuat miring ke atas membentuk segitiga. Ini tampaknya untuk memperbesar stabilitas pada jembatan yanga agak panjang.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Kebon Sirih, Jakarta 1936: Jika di foto atas bagian yang miring disambung dengan bambu horisontal, di sini sambungannya menggunakan bambu vertikal di tengah. Secara teknis ini akan menambah beban ke jembatan; dan karenanya ada tumpuan tambahan dari dasar sungai.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Moga, Pemalang 1903: Konstruksi segitiga di jembatan ini bisa dipertanyakan karena tampaknya justru hanya menambah beban yang tidak perlu. Tapi secara estetis memang lebih ok.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Bandung 1930: Sambungan vertikal di jembatan ini lumayan masif, ada tiga pasang dengan masing-masing dua batang bambu. Jelas ini adalah penambahan beban yang lumayan, dan boleh jadi kurang sebanding dengan stabilitas yang dihasilkan.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Cikapundung, Bandung 1920: Jembatan dengan segitiga ganda. Konstruksi ini bisa termasuk stabil karena kaki segitiga berpijak langsung di dasar sungai, bukan ke tanggul.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Jawa 1918: Ini versi ganda dari jembatan di Bandung di atas. Tiap segitiga memiliki tiga pasang bambu vertikal dengan masing-masing dua batang bambu. Secara sepintas si jembatan akan lebih terasa ringan jika tambahan segitiga ini dihilangkan.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Waktu: 1903, 1918, 1920, 1930, 1935, 1936
Tempat: Bandung, Jakarta, Jawa, Pemalang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:


UPDATE 3 Januari 2020

Konstruksi segitiga yang digunakan tentara Belanda sebagai gerbang masuk ke area perkemahan mereka, 15 Juli 1948:

(klik untuk memperbesar | © Hugo Wilmar / Het Geheugen / Spaanerstad)

Rabu, 20 November 2019

Poster propaganda Belanda: Merah-Putih-Biru lawan Merah-Putih

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Waktu: masa perang kemerdekaan
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa: Sebuah poster Belanda yang mempropagandakan bahwa di bawah bendera Merah-Putih-Biru akan terwujud ketertiban dan kemakmuran; sementara di bawah Merah-Putih hanya ada teror dan kemiskinan yang dibayang-bayangi kebengisan Jepang.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

UPDATE 10 November 2020: Poster yang sama dari arsip Atlas van Stolk

(klik untuk memperbesar | © AVS)

Selasa, 19 November 2019

Konstruksi jembatan bambu zaman dulu: Tipe beratap

PENGANTAR

Sebelum warga Nusantara belum mengenal konstruksi beton atau baja, bambu adalah bahan yang digunakan untuk membuat jembatan. Bambu relatif mudah didapat, tersedia dalam berbagai ukuran panjang, mudah dipotong sesuai kebutuhan, dan cukup elastis dalam menahan beban.

Kelemahan bambu tetapi adalah daya topangnya yang terbatas. Di sini, warga Nusantara mencoba menyiasatinya dengan berbagai kreasi struktur, yang akan kita lihat di beberapa foto berikut ini.

Ketika beban yang harus diseberangkan makin besar dan rumit, serta rentang jembatan makin panjang, akhirnya bambu menemui limit kemampuannya, dan harus menyerahkan fungsi jembatan kepada beton dan baja hingga sekarang ini.

Langkah berikutnya dalam menambah kenyamanan bagi pengguna jembatan adalah dengan memberikannya atap. Ini akan sangat terasa manfaatnya di saat hujan. Malah, pada saat hujan jembatan bisa menjadi tempat berteduh bagi orang di sekitarnya.

Menariknya, fungsi jembatan sebagai peneduh di saat hujan kembali muncul di masa kini terutama di kota-kota besar. Ketika hujan, kolong jembatan akan penuh oleh pemotor yang mencari perlindungan. Bedanya, kalau dulu orang berteduh di atas pijakan jembatan, sekarang di bawahnya.

Sindanglaya, Cianjur 1902
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sukabumi 1910
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Sukabumi 1920
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Lembah Sungai Serayu, Jawa Tengah 1935
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Lembah Sungai Serayu, Jawa Tengah 1935
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Waktu: 1902, 1910, 1920, 1935
Tempat: Sindanglaya (Cianjur), Sukabumi, Jawa Tengah
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan:

Senin, 18 November 2019

Pemeriksaan Sekutu atas kejahatan perang militer Jepang di Binjai, 1946

Tim militer Sekutu mendatangi markas tentara Jepang untuk melakukan pemeriksaan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Tim militer Sekutu disambut Mayor Jenderal Yamamoto dan Kolonel Yahagi
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Letnan Jenderal Tanabe Moritake menjawab pertanyaan-pertanyaan pihak Sekutu
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Waktu: Mei 1946
Tempat: Binjai
Tokoh:
Peristiwa: Wilayah Sumatera Utara semasa zaman pendudukan Jepang termasuk daerah yang keras. Pihak Sekutu menuding Jepang melakukan kejahatan perang di area ini. Setelah Jepang menyerah pun, masih ada beberapa tentara Jepang yang enggan takluk dan lebih memilih bergabung dengan para pejuang kemerdekaan untuk memerangi Belanda.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Minggu, 17 November 2019

Konstruksi jembatan bambu zaman dulu: Tipe panjang dengan topangan

PENGANTAR

Sebelum warga Nusantara belum mengenal konstruksi beton atau baja, bambu adalah bahan yang digunakan untuk membuat jembatan. Bambu relatif mudah didapat, tersedia dalam berbagai ukuran panjang, mudah dipotong sesuai kebutuhan, dan cukup elastis dalam menahan beban.

Kelemahan bambu tetapi adalah daya topangnya yang terbatas. Di sini, warga Nusantara mencoba menyiasatinya dengan berbagai kreasi struktur, yang akan kita lihat di beberapa foto berikut ini.

Ketika beban yang harus diseberangkan makin besar dan rumit, serta rentang jembatan makin panjang, akhirnya bambu menemui limit kemampuannya, dan harus menyerahkan fungsi jembatan kepada beton dan baja hingga sekarang ini.

Perkembangan dari jembatan sederhana bisa dilihat di foto-foto di bawah ini. Jembatan-jembatan ini terdiri dari beberapa bambu yang disambungkan. Untuk mendukung daya tahan sambungan, konstruksi ini diberi penopang tambahan dari bawah.

Bogor 1880: Jembatan bambu dengan penopang tunggal dari arah bantaran.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Kalimantan Selatan 1930: Jembatan bambu dengan penopang ganda bersilang dari batang pohon.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)
Kabanjahe, Karo 1900: Jembatan bambu dengan struktur penopang yang lebih rumit.
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Waktu: 1880, 1900, 1930
Tempat: Bogor, Kabanjahe (Karo), Kalimantan Selatan
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden
Catatan: