Senin, 21 Juli 2014

Warga Tionghoa di masa perang kemerdekaan (5)

Pengantar: Kerusuhan 1998 termasuk bagian paling hitam di dalam sejarah hubungan warga "pribumi" dan Tionghoa di Indonesia. Peristiwa ini memicu munculnya era reformasi yang kemudian memberikan banyak kemajuan di dalam hubungan ini.

Harus diakui, peristiwa di tahun 1998 bukanlah yang pertama. Kekurang-harmonisan ini sudah ada puluhan tahun sebelumnya, termasuk di masa perang kemerdekaan. Blog ini sebelumnya sudah memperlihatkan perusakan pada harta benda warga Tionghoa yang dilakukan pejuang kemerdekaan di beberapa tempat, dan bagaimana Belanda dipandang sebagai pelindung warga Tionghoa dan terlibat dalam pembentukan milisi Tionghoa bersenjata yang berseteru dengan para pejuang.

Sebagian dari kita boleh jadi berpendapat "Ah, sudahlah, itu masa lalu. Tidak diusah diungkit-ungkit, hanya akan membuka luka dan borok lama. Kita lihat ke depan saja agar ada hubungan yang lebih harmonis." Pendapat seperti ini mengimplikasikan bahwa kita sebaiknya menutup sejarah yang tidak enak didengar. Di sini ada kemungkinan bahwa generasi ke depan, dari semua pihak baik "pribumi" maupun Tionghoa, tidak mencernai apa yang telah terjadi sebelumnya, dan menghadapi risiko akan mengulang apa yang justru seharusnya dihindari.

Penyelidikan sejarah secara jernih, tanpa generalisasi, tanpa praduga, tanpa emosi, diharapkan bisa menjadi bahan yang berharga agar kita, semua, bisa belajar dari masa lalu. Gambar-gambar berikut mudah-mudahan bisa memberikan kontribusi ke arah sana.


Bagian 5: Peranan Konsul Republik Tiongkok
Ketika Republik Indonesia masih sangat muda, sebagian orang masih melihat bahwa status warga ex Hindia-Belanda tidak jelas. Ada yang beranggapan bahwa Republik Tiongkok (Kuomintang) harus menjadi kekuatan yang melindungi warga Tionghoa di wilayah yang dilanda konflik. Di sini kita akan melihat beberapa peninjauan oleh utusan Konsulat Tiongkok di berbagai tempat.

Mayor Pao, perwira militer Tiongkok, meninjau puing-puing perumahan warga Tionghoa di Pekanbaru yang dirusak para pejuang kemerdekaan. Januari 1949.
gahetna)
Wakil Konsul Tiongkok meninjau situasi di Semarang, didampingi 2 perwira militer.
gahetna)
Dua perwira militer Tiongkok di Semarang dalam lawatan Wakil Konsul Tiongkok ke kota ini.
gahetna)

Konsul Tiongkok Chieng Y Pe (?) di Palembang, dalam kunjungan Gubernur Jenderal van Mook ke wilayah ini.
gahetna)
Wakil Konsul Tiongkok meninjau situasi di Banyumas.
gahetna)

Konsul Tiongkok Lee Djin Gun (?) berbicara di depan warga Tionghoa di Medan yang menurut pemberitaan Belanda meminta bertahannya kekuasaan Belanda di wilayah ini. 4 September 1947.
gahetna)

Perwira militer Tiongkok, Kapten Li Chen Hsiung meninjau situasi di Purwakarta.
gahetna)

Waktu: masa perang kemerdekaan
Tempat: Pekanbaru, Semarang, Banyumas, Palembang, Purwakarta
Tokoh:
Peristiwa: Kunjungan para pejabat konsulat Tiongkok, termasuk para perwira militernya, ke berbagai kota di untuk meninjau situasi yang menyangkut warga Tionghoa semasa perang kemerdekaan.
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: Menarik untuk dipelajari lebih lanjut:
1. Sejauh mana kunjungan-kunjungan di atas berpengaruh ke situasi warga Tionghoa saat itu.
2. Apakah ini juga mempengarugi sikap Tiongkok, sebegai pemegang kursi tetap di Dewan Keamanan, di dalam mendukung kemerdekaan Indonesia di PBB. Umumnya diketahui bahwa Tiongkok termasuk pendukung Indonesia.
3. Sejauh mana agama mengambil peran di dalam sikap Tiongkok. Chiang Kai-shek dikenal dekat dengan beberapa jenderal Muslim di jajaran tentara Tiongkok, dan para panglima perang ini loyal terhadap dia. Di saat perang kemerdekaan Indonesia, Chiang Kai-shek malah mempercayakan jabatan Menteri Pertahanan Nasional Tiongkok kepada Jenderal Bai Chongxi (Pai Chung-hsi), seorang jenderal Muslim.
4. Atau semua hal di atas sama sekali tidak ada peranannya, dan masalah warga Tionghoa di Indonesia tidak mendapat perhatian karena Kuomintang berkonsentrasi penuh ke masalah perseteruan dalam negeri di dalam perseteruan melawan golongan komunis pimpinan Mao Zedong?


UPDATE 4 Juli 2018
Berikut beberapa foto di atas tetapi dengan kualitas yang lebih bagus, dan ukuran lebih besar. Foto-foto dibuat tanggal 10 Oktober 1947 oleh Th. van de Burgt dan J.C. Taillie, meliput kedatangan Wakil Konsul Tiongkok di Jakarta, Chu Tsang Tung yang didampingi Kapten Li Chen Hsiung dan Letnan Hu Yung Shen di landasan pacu Wirasaba, Purbalingga, yang dilanjutkan dengan inspeksi ke wilayah sekitar Banyumas.
Letnan De Vries menyambut Wakil Konsul Chu Tsang Tung, disaksikan Kapten Li Chen Hsiung
(klik untuk memperbesar | © J.C. Taillie / gahetna)
D.ki.k.ka.: ?, Li Chen Hsiung, Chu Tsang Tung, Hu Yung Shen, De Vries
(klik untuk memperbesar | © Th. van de Burgt / gahetna)
D.ki.k.ka.: ?, Li Chen Hsiung, ?, Hu Yung Shen, De Vries
(klik untuk memperbesar | © Th. van de Burgt / gahetna)
D.ki.k.ka.: ?, Li Chen Hsiung, Kolonel J. Meyer (komandan Brigade V), Hu Yung Shen, De Vries
(klik untuk memperbesar | © Th. van de Burgt / gahetna)

Tambahan foto dari peristiwa yang sama:
D.ki.k.ka.: ?, Li Chen Hsiung, Hu Yung Shen, ?, Chu Tsang Tung
(klik untuk memperbesar | © J.C. Taillie / gahetna)

UPDATE 3 Agustus 2018
Foto nomor 4 dengan kualitas yang lebih bagus.
Palembang, 18 September 1947
(klik untuk memperbesar | © Th. van de Burgt / gahetna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar