Minggu, 23 Desember 2018

Tradisi rampogan sima di alun-alun Tulungagung, 1902

Rampogan sima atau rampok macan adalah tradisi masyarakat Jawa zaman dahulu yang ikut andil dalam mempercepat punahnya harimau Jawa. Adat ini biasanya dilaksanakan di alun-alun besar pada sebuah hari raya.

Dalam acara ini, harimau yang sudah ditangkap dari hutan atau pinggir hutan, dibawa ke tengah alun-alun dengan kandang tertutup. Sementara itu sekeliling alun-alun sudah dijaga rapat oleh para lelaki bersenjata bambu runcing panjang. Kandang harimau kemudian dibuka, kemungkinan besar dengan mekanisme jarak jauh dengan menggunakan tali. Si harimau akan keluar atau dipaksa keluar dengan api atau ledakan dan kemungkinan juga sorak sorai dari sekeliling alun-alun.

Naluri di macan tentunya akan berlari menjauh dari keramaian manusia. Tapi di tiap sudut yang dia dekati dia akan dihujani tusukan bambu runcing. Sebuah situasi yang tidak memang tidak memberi kesempatan bagi si harimau untuk menang. Pada akhirnya dia akan tewas, setelah kehabisan tenaga dan luka tusuk yang bertubi-tubi.

Di tahun 1905 pemerintah kolonial Hindia-Belanda secara resmi melarang tradisi ini.

Paling tidak ada tiga kandang harimau di sini, di mana kandang yang tengah tampak berisi si raja rimba
(klik untuk memperbesar | © Tropenmuseum)
Enam kandang harimau terlihatdi alun-alun ini, sementara si macan sendiri terlihat sedang berlari di alun-alun
(klik untuk memperbesar | © Universiteit Leiden)

Waktu: 1902
Tempat: Tulungagung
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: A.E.F. Muntz
Sumber / Hak cipta: Universiteit Leiden / Tropenmuseum
Catatan: Foto bawah dipastikan berasal dari album perjalanan seorang Belanda bernama A.E.F. Muntz yang berada di Hindia-Belanda dari Maret 1901 hingga ke Juli 1902; sementara foto atas muncul tanpa keterangan, tetapi boleh jadi berasal dari A.E.F. Muntz juga. Di foto bawah tampak juga gerbang Tionghoa yang didirikan untuk perayaan Imlek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar