Di bulan Februari 1933, ketika kapal ini berada di perairan barat laut Sumatera, para awak dan serdadu kapal mendapat kabar bahwa pemerintah Hindia-Belanda akan melakukan tindakan pemotongan upah dan gaji sebagai kebijakan menghadapi resesi ekonomi dunia saat ini. Hal ini memicu para awak kapal untuk melakukan pemberontakan. Kejadian ini mengagetkan masyarakat Belanda dan menggemparkan dunia politik Belanda, bahkan hingga beberapa bulan sesudahnya.
Selama enam hari, De Zeven Provinciën berlayar menyusuri pantai Sumatera ke arah selatan, hinggak akhirnya pemerintah Belanda (bukan Hindia-Belanda) memberi lampu hijau kepada kesatuan KNIL Udara untuk membom pesawat yang membangkang ini. Dua puluh tiga awak tewas akibat serangan udara, sementara lambung pesawat rusak berat.
Pemberontakan berakhir. Para awak dan serdadu yang memberontak dibawa ke Pulau Onrust dan dipenjarakan. Salah satunya adalah awak asal Maluku, Pelupessy, yang kemudian, ketika Indonesia menyatakan merdeka, bergabung dengan Divisi Siliwangi di wilayah sekitar Tasikmalaya.
Kapal perang De Zeven Provinciën (atas), dikawal sebuah kapal torpedo (bawah) dalam perjalanan kedua dari Belanda menuju Hindia-Belanda. (klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Kapal penjelajah Java (kiri) dan Piet Hein (kanan) yang diperintahkan memburu De Zeven Provinciën. (klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Kapal selam dan pesawat amfibi yang memburu De Zeven Provinciën. (klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Kapal penyapu ranjau Gouden Leeuw (kanan) mebuntuti dan mengawasi De Zeven Provinciën (kiri). (klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Kapal penjelajah Java (kanan) dan Piet Hein (kiri) mengepung De Zeven Provinciën (tengah). (klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Tempat: perairan lepas pantai Sumatera (kecuali foto pertama, perairan Den Helder, Belanda)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar