Jumat, 09 Desember 2016

Mayor Achmad Sachdi, perwira Siliwangi yang membelot ke pihak Belanda (1)

PENGANTAR

Mayor Achmad Sachdi adalah komandan Batalyon V Brigade 13 Divisi Siliwangi dengan wilayah operasi di pegunungan dan hutan-hutan Purwakarta dan Karawang di tahun 1948. Pada saat itu Divisi Siliwangi resminya sedang hijrah ke Jawa Tengah/Yogyakarta.

Di akhir tahun 1948 Achmad Sachdi memutuskan untuk menghentikan perjuangan. Bukan hanya itu, dia malah menyerahkan diri ke pihak Belanda. Dan bahkan lebih jauh lagi, dia bersedia untuk menjadi mesin propaganda militer Belanda untuk mengajak rakyat Pasundan untuk mendukung Belanda.

Maka di awal 1949, ketika Belanda melakukan agresi militer ke Yogyakarta, Achmad Sachdi berkeliling di sekitar Purwakarta untuk menyeru rakyat agar berpihak kepada Belanda. Dengan dikawal, didampingi, dan disopiri militer Belanda, Achmad Sachdi dengan seragam TNI-nya berbicara kepada masyarakat sekitar Purwakarta tentang bagaimana enaknya tetap berada di bawah kekuasaan Belanda.

Pada tahun itu juga ternyata Achmad Sachdi harus melihat bahwa Belanda pada akhirnya harus mengakui kemerdekaan Indonesia. Tetapi Achmad Sachdi tampaknya memang orang yang pandai menyintas. Dikabarkan hingga akhir hayatnya di tahun 1970-an dia dikenal sebagai politisi yang aktif di Golongan Karya.

Achmad Sachdi yang sengaja tetap dibiarkan memakai seragam TNI untuk menunjukkan bahwa dia adalah contoh dari perwira yang "insyaf"
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Achmad Sachdi didampingi, dikawal, dan disopiri tentara Belanda
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Achmad Sachdi menjadi "kesayangan" Belanda karena menunjukkan adanya perwira TNI yang "sadar akan sia-sianya berperang melawan Belanda"
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 25 Januari 1949
Tempat: Purwakarta
Tokoh: Mayor Achmad Sachdi (komandan Siliwangi yang membelot ke pihak Belanda)
Peristiwa: Achmad Sachdi didampingi militer Belanda melakukan propaganda ke masyarakat Purwakarta untuk mendukung Belanda
Fotografer: H. Wakker
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar