PENGANTAR
Bagi dunia ilmu pengetahuan nama Alfred Russel Wallace disejajarkan dengan Charles Robert Darwin, yang bukan hanya hidup senegeri dan sezaman, tapi juga menggeluti bidang ilmu yang sama. Namun tidak dapat disangkal bahwa Darwin jauh lebih dikenal dan diperdebatkan. Padahal karya utama Wallace, yaitu The Malay Archipelago berisi terobosan-terobosan ilmiah yang kemudian menelurkan istilah garis Wallace dan efek Wallace. Buku yang pertama kali terbit tahun 1869 ini (dan masih diterbitkan hingga sekarang!) merupakan hasil perjalanan dan penelitian Wallace tujuh tahun di wilayah Nusantara dari tahun 1856 hingga 1862.
Berikut beberapa cuplikan ilustrasi dari buku ini.
Waktu: 1856-1862
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: The Malay Archipelago
Catatan:
Sebuah usaha untuk mengumpulkan foto/gambar tentang Indonesia zaman dulu yang tersebar di dunia maya. Setelah 12 tahun (hampir) tiap hari mengudara blog ini mohon izin untuk mulai mengurangi frekwensi siarannya. Anda tetap diminta untuk menambahkan/membetulkan informasi di setiap foto/gambar ini. Urun rembug Anda akan membantu pemirsa yang lain.
Senin, 31 Oktober 2016
Minggu, 30 Oktober 2016
Para pejuang kemerdekaan mengintai musuh, 1948
![]() |
(klik untuk memperbesar | © Acme Neswpictures / gahetna) |
Tempat: ?
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Acme Neswpictures / Het Nationaal Archief
Catatan:
Sabtu, 29 Oktober 2016
Ilustrasi dari buku The Malay Archipelago karya Alfred Wallace (2): burung
PENGANTAR
Bagi dunia ilmu pengetahuan nama Alfred Russel Wallace disejajarkan dengan Charles Robert Darwin, yang bukan hanya hidup senegeri dan sezaman, tapi juga menggeluti bidang ilmu yang sama. Namun tidak dapat disangkal bahwa Darwin jauh lebih dikenal dan diperdebatkan. Padahal karya utama Wallace, yaitu The Malay Archipelago berisi terobosan-terobosan ilmiah yang kemudian menelurkan istilah garis Wallace dan efek Wallace. Buku yang pertama kali terbit tahun 1869 ini (dan masih diterbitkan hingga sekarang!) merupakan hasil perjalanan dan penelitian Wallace tujuh tahun di wilayah Nusantara dari tahun 1856 hingga 1862.
Berikut beberapa cuplikan ilustrasi dari buku ini.
Waktu: 1856-1862
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: The Malay Archipelago
Catatan:
Bagi dunia ilmu pengetahuan nama Alfred Russel Wallace disejajarkan dengan Charles Robert Darwin, yang bukan hanya hidup senegeri dan sezaman, tapi juga menggeluti bidang ilmu yang sama. Namun tidak dapat disangkal bahwa Darwin jauh lebih dikenal dan diperdebatkan. Padahal karya utama Wallace, yaitu The Malay Archipelago berisi terobosan-terobosan ilmiah yang kemudian menelurkan istilah garis Wallace dan efek Wallace. Buku yang pertama kali terbit tahun 1869 ini (dan masih diterbitkan hingga sekarang!) merupakan hasil perjalanan dan penelitian Wallace tujuh tahun di wilayah Nusantara dari tahun 1856 hingga 1862.
Berikut beberapa cuplikan ilustrasi dari buku ini.
Waktu: 1856-1862
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: The Malay Archipelago
Catatan:
Jumat, 28 Oktober 2016
Lambertus Palar dan Mohammad Roem di saat Indonesia menjadi anggota PBB, 1950
![]() |
D.ki.k.ka: Solomon V. Arnaldo (perwakilan Unesco), Ny. Palar, Lambertus Palar (klik untuk memperbesar | © Acme Neswpictures / gahetna) |
![]() |
D.ki.k.ka.: Andrei Vishinsky (diplomat Uni Sovyet), Lambertus Palar, Mary Elizabeth (putri Lambertus Palar, saat itu berusia 14 tahun), Ny. Palar, Jacob Malik (diplomat Uni Sovyet), Mohammad Roem (klik untuk memperbesar | © Acme Neswpictures / gahetna) |
Waktu: 18 November 1950
Tempat: kediaman keluarga Palar di New Rochelle (New York)
Tokoh: Lambertus Nicodemus Palar (Duta Besar RI di PBB 1950-1953; pahlawan nasional), Johanna Petronella Volmers ("Yoke Palar"; isteri "Babe Palar"), Mary Elizabeth (anak pertama keluarga Palar), Mohammad Roem (Menteri Luar Negeri RI)
Peristiwa: Keluarga Lambertus Palar bersama Mohammad Roem dan beberapa diplomat internasional di dalam acara resepsi menyambut masuknya Indonesia sebagai anggota PBB.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Acme Neswpictures / Het Nationaal Archief
Catatan:
Kamis, 27 Oktober 2016
Ilustrasi dari buku The Malay Archipelago karya Alfred Wallace (1): burung
PENGANTAR
Bagi dunia ilmu pengetahuan nama Alfred Russel Wallace disejajarkan dengan Charles Robert Darwin, yang bukan hanya hidup senegeri dan sezaman, tapi juga menggeluti bidang ilmu yang sama. Namun tidak dapat disangkal bahwa Darwin jauh lebih dikenal dan diperdebatkan. Padahal karya utama Wallace, yaitu The Malay Archipelago berisi terobosan-terobosan ilmiah yang kemudian menelurkan istilah garis Wallace dan efek Wallace. Buku yang pertama kali terbit tahun 1869 ini (dan masih diterbitkan hingga sekarang!) merupakan hasil perjalanan dan penelitian Wallace tujuh tahun di wilayah Nusantara dari tahun 1856 hingga 1862.
Berikut beberapa cuplikan ilustrasi dari buku ini.
Waktu: 1856-1862
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: The Malay Archipelago
Catatan:
Bagi dunia ilmu pengetahuan nama Alfred Russel Wallace disejajarkan dengan Charles Robert Darwin, yang bukan hanya hidup senegeri dan sezaman, tapi juga menggeluti bidang ilmu yang sama. Namun tidak dapat disangkal bahwa Darwin jauh lebih dikenal dan diperdebatkan. Padahal karya utama Wallace, yaitu The Malay Archipelago berisi terobosan-terobosan ilmiah yang kemudian menelurkan istilah garis Wallace dan efek Wallace. Buku yang pertama kali terbit tahun 1869 ini (dan masih diterbitkan hingga sekarang!) merupakan hasil perjalanan dan penelitian Wallace tujuh tahun di wilayah Nusantara dari tahun 1856 hingga 1862.
Berikut beberapa cuplikan ilustrasi dari buku ini.
Waktu: 1856-1862
Tempat:
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: The Malay Archipelago
Catatan:
Rabu, 26 Oktober 2016
Sutan Sjahrir dan Haji Agus Salim
![]() |
(klik untuk memperbesar | © Acme Neswpictures / gahetna) |
Waktu: Juli/Agustus 1947 (?)
Tempat: New York (?)
Tokoh: Sutan Sjahrir (utusan Republik Indonesia ke PBB), Haji Agus Salim (Menteri Luar Negeri RI)
Peristiwa: Foto ini tidak memiliki catatan; tapi kemungkinan ini adalah saat Sutan Sjahrir dan Agus Salim berada di New York untuk berbicara di depan forum PBB memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Acme Neswpictures / Het Nationaal Archief
Catatan:
Selasa, 25 Oktober 2016
Bung Tomo di sidang BP KNIP di Malang, 1947
![]() |
(klik untuk memperbesar | © fotoleren) |
Tempat: Malang
Tokoh: Soetomo / Bung Tomo (pejuang kemerdekaan; kiri berpeci)
Peristiwa:
Fotografer: Cas Oorthuys
Sumber / Hak cipta: Fotoleren
Catatan:
UPDATE 15 Februari 2017
![]() |
Bung Tomo di kanan belakang memakai peci tentara (klik untuk memperbesar | © fotoleren) |
Senin, 24 Oktober 2016
Bung Tomo dalam pose terkenalnya, 1945
![]() |
(klik untuk memperbesar | © Acme Neswpictures / gahetna) |
Waktu: November 1945
Tempat: Surabaya
Tokoh: Soetomo / Bung Tomo (pejuang kemerdekaan)
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Acme Neswpictures / Het Nationaal Archief
Catatan:
Minggu, 23 Oktober 2016
Pertemuan Tjarda Stachouwer dengan Hamengkubuwono VIII, 1937
![]() |
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Tempat: Keraton Yogyakarta
Tokoh: Hamengkubuwono VIII (duduk di depan kiri; sultanYogyakarta), Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (duduk di depan tengah; Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1936-1942), kemungkinan besar Christiaan Abbenhuis (berdiri di depan; asisten residen Yogyakarta)
Peristiwa: Kunjungan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ke Keraton Yogyakarta dengan pertemuan bersama Sultan Hamengkubuwono VIII beserta pembesar dari kedua belah pihak.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:
Sabtu, 22 Oktober 2016
Pejuang kemerdekaan berpose bangga bersama senjatanya, 1948
![]() |
(klik untuk memperbesar | © Acme Neswpictures / gahetna) |
![]() |
(klik untuk memperbesar | © Acme Neswpictures / gahetna) |
Tempat: Jawa (?)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Acme Neswpictures / Het Nationaal Archief
Catatan:
Jumat, 21 Oktober 2016
Pertunjukan wayang orang di Keraton Yogyakarta, 1937
![]() |
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Waktu: 1937
Tempat: Yogyakarta
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan: Di sebelah kanan terlihat penonton pertunjukan yang tampanya adalah bangsawan keraton serta petinggi Belanda.
Kamis, 20 Oktober 2016
Pemberontakan PKI Madiun 1948: Nasib akhir para pelaku pemberontakan (2)
![]() |
Diikat, digiring ke lubang, sesaat sebelum dieksekusi (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
Eksekusi dengan ditusuk bayonet di muka umum (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
Mayat seorang pelaku pemberontakan (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
Kemungkinan besar tangga tempat eksekusi para pemberontak di foto sebelumnya (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
Tempat: Madiun
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan tanggal 5 November 2016: Foto pertama dan kedua akan dimuat ulang di posting tanggal 7 Desember 2016 bersama 3 foto lain dari peristiwa yang sama.
Rabu, 19 Oktober 2016
Bangsawan Deli di Den Haag dalam rangka pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernhard, 1937
![]() |
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Tempat: di pelataran Grote of Sint Jacobskerk (Den Haag)
Tokoh:
Peristiwa: Dua bangsawan Deli dalam pakaian kebesaran tradisional berpose dalam kehadiran mereka di acara pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernhard.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:
Selasa, 18 Oktober 2016
Kegiatan tentara Belanda ketika tidak sedang menggempur pejuang kemerdekaan (13): bermain
![]() |
Main ayunan - 30 Juli 1947 (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
Bandung 23 April 1948 - balap karung pasukan KNIL (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
2 September 1948: Balap becak di Cimahi (klik untuk memperbesar | © Haasjes / gahetna) |
Tempat: Bandung, Cimahi
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:
Senin, 17 Oktober 2016
Bule naik mobil setelah acara pernikahan, Bali 1919
![]() |
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Waktu: 8 Agustus 1919
Tempat: Bali
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:
Minggu, 16 Oktober 2016
Pejuang kemerdekaan ketika sedang tidak bertempur, 1948
![]() |
Memasak ramai-ramai tanpa baju (atau di depan sumur?) (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
Merawat peluru (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
Tempat: Jawa (?)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Acme Newspictures / Het Nationaal Archief
Catatan:
Sabtu, 15 Oktober 2016
Wanita dan anak-anak Belanda hidup seadanya di kamp tawanan Kampung Makassar, Jakarta 1945
![]() |
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Waktu: 1945
Tempat: kamp tahanan Kampung Makassar, Jakarta Timur
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan: Sebelumnya posting ini menyebut "Cideng" sebagai kemungkinan lokasi kamp. Perbandingan dengan foto lain menunjukkan bahwa "Kampung Makassar" adalah lokasi yang benar.
UPDATE 3 September 2019
Foto dengan ukuran yang lebih besar:
![]() |
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD) |
Jumat, 14 Oktober 2016
Pejuang kemerdekaan menggunakan peralatan komunikasi radio, 1948
![]() |
(klik untuk memperbesar | © Acme Newspictures / gahetna) |
![]() |
(klik untuk memperbesar | © Acme Newspictures / gahetna) |
Tempat: Jawa (?)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Acme Newspictures / Het Nationaal Archief
Catatan:
Kamis, 13 Oktober 2016
Pasukan Inggris melucuti para pejuang kemerdekaan di Surabaya, 1945
![]() |
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Waktu: November 1945
Tempat: Surabaya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:
Rabu, 12 Oktober 2016
Pasukan TNI memasuki wilayah Kemayoran guna menghadang pemberontak APRA, 1950
![]() |
(klik untuk memperbesar | © ANP / gahetna) |
Tempat: Kemayoran (Jakarta)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:
Selasa, 11 Oktober 2016
Candi Borobudur di tahun 1949
![]() |
(klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Tempat: Magelang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:
Senin, 10 Oktober 2016
Slamet Riyadi di acara serah terima wilayah Boyolali dari kekuasaan Belanda ke Indonesia, 1949
![]() |
Seorang komandan pasukan Belanda menyalami perwira TNI, dengan disaksikan oleh Kolonel J.H.M.U.L.E. Ohl (kiri) dan Slamet Riyadi (ketiga dari kiri) (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
Penghormatan penurunan bendera Belanda dan pengibaran Merah-Putih (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
Penurunan bendera Belanda di markas tentara Boyolali (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
![]() |
Penghormatan penurunan bendera Belanda dan pengibaran Merah-Putih (klik untuk memperbesar | © gahetna) |
Waktu: 12 November 1949
Tempat: Boyolali
Tokoh: Letnan Kolonel Ignatius Slamet Riyadi (komandan pasukan TNI di sebagian wilayah Jawa Tengah)
Peristiwa: Acara penyerahan wilayah Boyolali dari kekuasaan Belanda ke Republik Indonesia
Fotografer: Th. van de Burgt
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:
UPDATE 14 Mei 2018
Tambahan foto dari acara serah terima pos militer dari pihak Belanda ke TNI; juga jepretan Th. van de Burgt.
![]() |
(klik untuk memperbesar | © gahetna) |
UPDATE 23 Mei 2018
Tambahan foto dari acara yang sama, memperlihatkan Slamet Riyadi (paling kiri di barisan TNI), Kolonel J.H.M.U.L.E. Ohl (sebelah Slamet Riyadi), beberapa perwira TNI, dan pasukan KNIL; masih jepretan Th. van de Burgt.
![]() |
(klik untuk memperbesar | © gahetna) |
UPDATE 10 Desember 2018
Tambahan foto yang memperlihatkan penurunan bendera Belanda oleh kesatuan KNIL serta persiapan keberangkatan pasukan Belanda meninggalkan Boyolali.
![]() |
Penurunan bendera Belanda (klik untuk memperbesar | © Th. van de Burgt / gahetna) |
![]() |
Persiapan keberangkatan pasukan Belanda meninggalkan Boyolali (klik untuk memperbesar | © Th. van de Burgt / gahetna) |
Langganan:
Postingan (Atom)