Sabtu, 30 November 2024

Foto-foto pengintaian udara yang diambil Sekutu semasa Perang Dunia 2: Ambon, Kepulauan Kai, Larantuka

Landasan pacu di Ambon, cikal bakal Bandara Pattimura
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Salah satu posisi di Kepulauan Kei dengan petunjuk khusus ke arah "R.C. Church" (gereja Katolik Roma)
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Larantuka di timur Flores, di kaki Gunung Ile Mandiri, dengan pandangan ke arah Pulau Adonara. Petunjuk khusus juga diarahkan ke sebuah gereja di kawasan Tengah.
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: antara 1942 dan 1945
Tempat: Ambon, Flores, Kepulauan Kei
Tokoh:
Peristiwa: Menjelang akhir Perang Dunia 2, ketika Jepang makin defensif, pihak Sekutu memanfaatkan keunggulan udara mereka untuk melakukan pengintaian atas-atas posisi penting atau strategis, termasuk berbagai tempat di wilayah Nusantara seperti yang ditampilkan di foto-foto di atas.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Jumat, 29 November 2024

Peta kuno dari tahun 1760: Peta keluaran Inggris tentang kepulauan Nusantara

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1760
Tempat terbit: London
Tokoh:
Deskripsi: Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa ini memang peta buatan orang Inggris.
  • Pertama tentunya bahasa yang digunakan.
  • Kemudian peta Filipina, yang saat itu dikuasai Spanyol dan seluk beluknya tidak diketahui orang Inggris, yang tampak digambarkan secara ngasal. Ini berbeda sekali dengan misalnya jazirah Hindia yang dikenal baik oleh Inggris sampai-sampai muara Sungai Ganga di sekitar Teluk Benggala digambarkan dengan cukup mendetail untuk skala peta seperti ini.
  • Bengkulu, yang pernah dikuasai Inggris, tentunya diberi perhatian khusus: Bencoolen, Marlbro Fort.
  • Di bagian bawah peta, garis bujur ditambahi keterangan tentang perbedaan tentang perbedaan waktu dengan London (Hours East from London); ini cikal bakal istilah GMT+6, GMT+7, dsb. yang kita gunakan sekarang.
Peta ini berjudul "Hindia Timur", tetapi sejatinya menampilkan wilayah Hindia (Barat) hingga ke Papua termasuk Tiongkok, Korea, dan Taiwan. Peta ini masih memuat kesalahan bahwa Makassar (Maccasser) itu sebuah pulau di barat Sulawesi. Sementara itu Flores disebut "Floris", yang merupakan tambahan nama untuk pulau ini; sebelumnya sudah kita temukan beberapa julukan lain di pembahasan tentang peta-peta kuno lainnya.
Juru kartografi: kemungkinan Francis Garden
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Kamis, 28 November 2024

Pencarian jenazah korban pembantaian Jepang di Laha, Ambon, 1945 (2)

Di akhir Januari dan awal Februari 1942 Sekutu berusaha menahan gerak maju pasukan Jepang di Ambon dengan mengerahkan sekitar 2.600 personel KNIL dan 1.100 prajurit Australia. Kekuatan Jepang dengan lebih dari 5.000 tentara tetapi tidak terbendung; mereka berhasil mencerai-beraikan posisi Sekutu dalam pertempuran yang dikenang sebagai Battle of Ambon.

Lebih dari 2.000 prajurit KNIL dan Australia ditahan atau menyerahkan diri. Militer Jepang memilih acak sekitar 300 dari mereka dan membantainya dengan cara dibayonet, disiksa, atau malah dipenggal kepala; dan kemudian membuang atau menguburkan jenazahnya di sekitar pangkalan udara di Laha, yang sekarang menjadi Bandara Pattimura. Peristiwa ini dicatat pihak Australia sebagai massacre of Laha.

Di September 1945, setelah Jepang kalah perang, pihak Australia berusaha mencari jasad dan sisa-sisa dari korban pembantaian ini. Hanya 71 yang ditemukan.

Tulang belulang dan sisa tengkorak dari korban pembataian Laha
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Salah satu sudut kuburan massal yang digunakan Jepang untuk membuang jasad para korban pembantaian
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Seorang tentara Jepang, yang sudah kalah perang, diperintahkan untuk menggali kuburan massal dengan sekop …
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
… bersama seorang prajurit Jepang lainnya untuk mencari sisa-sisa jasad korban pembantaian Laha
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: September 1945
Tempat: Laha (Ambon)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Rabu, 27 November 2024

Peta kuno dari tahun 1725: Ketika Sumatera digambarkan vertikal

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1725
Tempat terbit: Leiden
Tokoh:
Deskripsi: Ini adalah penampakan yang tidak biasa bagi kita yang terbiasa dengan penggambaran utara menghadap ke atas. Sumatera ditampilkan di sini dengan mengikuti format kertas yang digunakan, sehingga satu pulau besar ini bisa secara pas tercantum di satu halaman.
Banyaknya nama-nama di pesisir, termasuk nama-nama tanjung dan sungai, mengindikasikan bahwa peta ini disusun dengan berdasarkan catatan dari para pelaut yang pernah menyusuri garis pantai dari pulau ini. Beberapa nama mungkin sudah hilang ditelan masa, tapi beberapa lain masih bisa diidentifikasi. Aceh, Pedir, dan Palembang adalah "langganan" yang hampir senantiasa ada di peta-peta kuno. Nama-nama lain yang termuat di peta ini a.l. Sungai Deli (Songa Dely), Lampung (Lampan), Bengkulu (Boncolo), Indragiri (Andragiere), Indrapura (Indapoura), Pariaman (Pryaman), Singkil (Sinckel), dll.
Juru kartografi: Pieter van der Aa
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Selasa, 26 November 2024

Pencarian jenazah korban pembantaian Jepang di Laha, Ambon, 1945 (1)

Di akhir Januari dan awal Februari 1942 Sekutu berusaha menahan gerak maju pasukan Jepang di Ambon dengan mengerahkan sekitar 2.600 personel KNIL dan 1.100 prajurit Australia. Kekuatan Jepang dengan lebih dari 5.000 tentara tetapi tidak terbendung; mereka berhasil mencerai-beraikan posisi Sekutu dalam pertempuran yang dikenang sebagai Battle of Ambon.

Lebih dari 2.000 prajurit KNIL dan Australia ditahan atau menyerahkan diri. Militer Jepang memilih acak sekitar 300 dari mereka dan membantainya dengan cara dibayonet, disiksa, atau malah dipenggal kepala; dan kemudian membuang atau menguburkan jenazahnya di sekitar pangkalan udara di Laha, yang sekarang menjadi Bandara Pattimura. Peristiwa ini dicatat pihak Australia sebagai massacre of Laha.

Di September 1945, setelah Jepang kalah perang, pihak Australia berusaha mencari jasad dan sisa-sisa dari korban pembantaian ini. Hanya 71 yang ditemukan.

Penggalian di lokasi di mana ditemukan sisa-sisa pakaian para korban pembantaian
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sebagian tulang belulang dari 71 jasad yang berhasil ditemukan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Peralatan kedokteran yang berasal dari salah satu jasad yang ditemukan, kemungkinan seorang tenaga medis militer
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Tulang belulang yang tergali setelah sekitar 3,5 tahun tertutup tanah sekedarnya
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: September 1945
Tempat: Laha (Ambon)
Tokoh:
Peristiwa: l.d.a.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Senin, 25 November 2024

Peta kuno dari tahun 1818: Ketika Makassar bernama Rotterdam

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1818
Tempat terbit: Augsburg (Jerman)
Tokoh:
Deskripsi: Dokumen berbahasa Jerman ini berjudul Karte von Ostindien (Peta Hindia-Timur), dan menggunakan istilah Vorder-Indien (Hindia Depan) untuk menyebut jazirah Hindia, dan Hinter-Indien (Hindia Belakang) untuk menamakan wilayah yang sekarang menjadi Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Wilayah Nusantara, yang seharusnya diberi nama Ostindien, dibagi menjadi dua bagian: Sundische Inseln (Kepulauan Sunda) dan Molukische Inseln (Kepulauan Maluku). Dengan cakupan seluas ini peta ini tentunya hanya fokus ke nama-nama yang menurutnya penting. Maka di Sumatera kita hanya baca 4 nama: Aceh, Bengkulu, Padang, dan Palembang. Jawa malah hanya diwakili oleh 2 nama: Banten dan Jakarta. Sementara Kalimantan a.l. memperoleh Banjarmasin, Brunei, dan Sambas. Sulawesi malah hanya diwakili oleh satu nama saja, yang justru malah salah; peta ini tidak menyebut "Makassar", tapi menulis nama benteng Belanda yang ada di kota ini: Rotterdam.
Juru kartografi: Johan Walch
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Minggu, 24 November 2024

Gempuran bom udara Sekutu atas posisi Jepang, 1944/1945 (4)

(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: Januari 1945
Tempat: Pangkalan Brandan (Langkat)
Tokoh:
Peristiwa: Foto udara yang memperlihatkan serangan bom udara yang dilakukan oleh AU Inggris atas kilang minyak Pangkalan Brandan yang saat itu dikuasai Jepang.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Sabtu, 23 November 2024

Peta kuno dari tahun 1686: Jawa dan Sumatera di peta Kerajaan Siam

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1686
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi: Dokumen ini berjudul Carte du Royaume de Siam et des Pays Circonvoisins (Peta Kerajaan Siam dan negeri-negeri sekitarnya), tetapi sejatinya hanya sedikit menampilkan Siam dan justru banyak memperlihatkan "negeri-negeri sekitarnya" termasuk Sumatera dan Jawa, dan juga Madura, Bangka, dan Bintan (tanpa menyebut Singapura). Di Sumatera kita melihat a.l. ada Aceh, Pedir, Kampar (Canfer), Jambi, Palembang, Indrapura, Minangkabau (Menancabo), Pariaman; sementara di Jawa kita membaca a.l. Banten, Jakarta (Iacatra), Indramayu (Daramayo), Jepara, Tuban, Panarukan, Blambangan, dan Mataram (Materan).
Juru kartografi: Pierre Du Val dan Augustin Dechaussé
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Jumat, 22 November 2024

Kepulauan Banda setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1945 (3)

Kapal AL Australia HMAS Broome di kejauhan, dilihat dari sebuah jendela Benteng Nassau
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Warga Banda yang menyambut kedatangan perwakilan militer Australia dan Belanda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Tiga bocah Banda di reruntuhan Benteng Nassau yang saat itu berumur 336 tahun
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Catatan foto menyebutkan bahwa ini adalah sisa-sisa pemukiman warga Tionghoa di Banda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: November 1945
Tempat: Banda
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Kamis, 21 November 2024

Peta kuno dari tahun 1596: Antara Batochina dan Chinabata

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1596
Tempat terbit: Belanda
Tokoh:
Deskripsi: Peta dengan utara di sebelah kanan ini memperlihatkan Asia Timur dan Tenggara, dengan hiasan berbagai gambar hewan baik di daratan maupun di lautan. Selama ini kita cenderung mengamati pulau-pulau besar di perairan Nusantara; kali ini kita coba untuk melihat pulau-pulau yang lebih kecil.
  • Pulau Bangka pernah bernama Chinabata; sementara di Halmahera ada tempat bernama Batochina. Ini boleh jadi salah satu, atau salah dua, indikasi yang menunjukkan aktivitas perdagangan dengan Tiongkok di masa lampau hingga ke pelosok Maluku,
  • Pesisir utara Halmahera diberi nama Costa do Moro, atau "pantai kaum Muslim", yang menunjukkan agama yang dianut penduduk di sekitar ini. Istilah Moro yang diberikan orang Spanyol dan Portugis ini kemudian beralih ke penduduk Mindanao, Filipina, yang hingga sekarang menyebut diri Bangsa Moro.
  • Perairan Maluku merupakan kawasan yang sangat dikenal hingga pulau-pulau kecil dan sedang pun digambarkan dan dicantumkan namanya, seperti: Ternate, Tidore, Bakian, Run, Ai, Buru, Kepulauan Aru, dll.
  • Pulau Flores memiliki satu nama lagi: Froles; Bali disebut Galle; sementara Sumbawa diberi nama Aram d'Avara.
  • Nama-nama lain sudah cocok atau mendekati, seperti Madura, Karimata (Crimata), Karimun Jawa (Cirima Iaoa), Lingga (Linga), Bintan (Bintam), Mentawai (Nintaon), Engano, Natuna (Natuma).
  • Satu lagi, tapi kali ini terkait pulau besar: Peta ini mengklaim Sulawesi sebagai milik Portugis; di pulau ini kita bisa baca nama Purtugal.
Juru kartografi: Henricus Van Langren
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Rabu, 20 November 2024

Kepulauan Banda setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1945 (2)

Perwakilan militer Australia dan militer Belanda di gedung pertemuan dikelilingi warga Banda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Para "tamu" umumnya duduk di kursi sementara tuan rumah berdiri atau duduk di lantai
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Seorang letnan laut bernama Osborne digendong menuju daratan agar tidak basah terkena air laut
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Pemuka warga Banda bertemu perwira NICA di kapal AL Australia HMAS Broome
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: November 1945
Tempat: Banda
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Selasa, 19 November 2024

Peta kuno dari tahun 1588: Sumatera lagi-lagi sebagai pulau legendaris "Tapobrana"

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1588
Tempat terbit: Jerman
Tokoh:
Deskripsi: Di posting sebelum ini kita melihat bagaimana sebuah peta keluaran Jerman dari tahun 1560 menyebut bahwa Sumatera adalah si pulau legendaris Tapobrana. 28 tahun kemudian muncul peta berikutnya yang mengklaim hal yang sama, juga dari Jerman, tapi kali ini dalam bahasa Jerman, bukan bahasa Latin. Teks di pojok kanan atas secara eksplisit menyebut "Sumatra", dan menyebut bahwa di pulau ini ada empat kerajaan, dan bahwa pulau ini kaya dengan emas dan batu mulia, serta terkenal dengan lada-nya.
Petanya sendiri secara benar menempatkan garis khatulistiwa melintasi Sumatera, dan menyebut nama seperti Pedir, Aceh (Achem), Andragiri, dan Palembang (Palimban). Tapi peta ini menempatkan Minangkabau (Manacaba) dan Indrapura (Adrapara) terlalu ke selatan. Menariknya, peta ini mengenal pulau Lingga (Linga), tetapi menempelkan Singapura (Cingalolo) ke Semenanjung Malaka. Peta ini menambahkan sedikit Jawa di pojok kanan bawah dengan menyebut tempat Sunda [Kelapa] sebagai salah satu pelabuhan di utara Jawa.
Juru kartografi:
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Senin, 18 November 2024

Kepulauan Banda setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1945 (1)

Masyarakat Banda menari menyambut kedatangan perwakilan militer Australia dan Belanda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Salah satu penari masih mengenakan capacete peninggalan Portugis yang sudah berumur ratusan tahun
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Masyarakat Banda mengarak perwakilan militer Australia dan Belanda menuju gedung pertemuan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sambutan tarian berikutnya di dalam gedung pertemuan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: November 1945
Tempat: Banda
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Minggu, 17 November 2024

Peta kuno dari tahun 1706: Jawa dan sekitarnya

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1706
Tempat terbit: Leiden
Tokoh:
Deskripsi: Peta keluaran Belanda ini paling tidak memiliki dua hal yang perlu dicatat. Pertama, sumber Portugisnya sangat kental, ini terlihat dari cara penulisan beberapa nama tempat yang mengikuti cara orang Portugis menulisnya. Kedua, peta ini memuat nama-nama tempat di pesisir utara Jawa yang jarang tercantum di peta lain dengan skala seperti ini; ini memperkuat dugaan bahwa penyusunan peta ini bersandar berat pada catatan para pelaut (Portugis?) yang menyusuri pantai utara Jawa. Ini misalnya terlihat dari pencatuman Anyer (Anser), Untung Jawa (Ontung Java), Angke (Angkee), Pamanukan (Manucan), Pati (Paty), dan Sedayu (Sydaye), di samping nama-nama yang sudah menjadi "langganan" seperti Banten, Jakarta, Mataram, Gresik, Blambangan, dsb. Di luar Jawa kita bisa baca juga Lampung (Lumpan) di Sumatera, serta Kota Waringin (Cotaringa) dan Sampit di Kalimantan di samping nama-nama yang sudah terkenal seperti Palembang (Palimbam) dan Banjarmasin (Bandermassin).
Juru kartografi: Pieter van der Aa
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Sabtu, 16 November 2024

Bali setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1946

Tentara-tentara Jepang yang masih berada di Bali (di latar belakang, menarik tali) membantu pendaratan kapal-kapal militer Belanda
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Kapal-kapal militer Belanda mendarat di Sanur
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Pengibaran bendera Australia dan Belanda di Hotel Bali, Denpasar
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 2 Maret 1946
Tempat: Bali
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Jumat, 15 November 2024

Peta kuno dari tahun 1770: Ketika orang Inggris bukan hanya menggambar peta tapi juga bercerita

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1770
Tempat terbit: London
Tokoh:
Deskripsi: Orang Inggris terkenal memiliki selera sendiri soal narasi, dan terutama kekhasan dalam hal humor. Peta keluaran Inggris ini juga memiliki keunikan. Ketika peta-peta lain terfokus pada nama-nama tempat, atau sungai dan gunung, atau juga ilustrasi tentang dunia fauna yang mendiami sebuah tempat, peta Inggris ini dihiasi dengan beberapa catatan. Di perbatasan Laos-Siam misalnya, peta ini memperingatkan adanya orang-orang liar yang mendiami wilayah pegunungan di sekitar itu. Begitu juga di perbatasan Kamboja-Vietnam, di sini peta ini malah menyebut nama dari orang-orang liar ini, yaitu suku Kemoy. Wilayah Nusantara dan sekitarnya pun terkena. Salah satu teluk di barat Kalimantan diberi nama Bad Luck. Sebuah titik di barat Filipina diklaim sebagai English Bank; sementara bagian selatan Sumatera diakui sebagai Eng[lish] Fact. Pulau Sulawesi di sekitar garis khatulistiwa diberi catatan bahwa "tidak ada sungai yang layak dicatat di pulau ini". Bagian utara Kalimantan diberi catatan "bagian ini tidak banyak diketahui", sementara bagian tengah ditambahkan peringatan "bagian pulau ini dihuni oleh suku liar bernama Biayos (=Dayak)".
Juru kartografi: Thomas Kitchin
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Kamis, 14 November 2024

Kepulauan Kei setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang, 1945

Dapur di belakang rumah seorang warga Kei
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Sebuah sumur di Kepulaua Kei dengan kedalaman sekitar 30 meter
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Dua aparat NICA bersama sekelompok warga Kei asal Manado
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Seorang mayor KNIL bernama Scheffer bersama anak-anak Kei di depan sekolah yang didirikan kembali setelah berakhirnya pendudukan Jepang
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Mayor Scheffer memberikan pengarahan kepada para pemuka warga Kei, terutama terkait masih belum adanya para tentara Jepang di Kei yang belum dipulangkan
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Dua tentara Australia dan dua tentara Belanda, a.l. Mayor Scheffer, bersama warga Tual di Kepualauan Kei. Di sebelah kiri tampak 3 tentara Jepang menempel ke sebuah mobil.
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: November 1945
Tempat: Kepulauan Kei
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Rabu, 13 November 2024

Peta kuno dari tahun 1724/1726: Nusantara di antara dua samudra dan dua benua

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1724/1726
Tempat terbit: Amsterdam
Tokoh:
Deskripsi: Peta ini contoh bagaimana telitinya penjabaran dari François Valentyn yang melahirkan banyak peta. Akurasi peta ini, meski tentunya kalah dengan peta zaman sekarang, jauh lebih bagus dari banyak peta-peta yang muncul sesudahnya. Papua masih keliru, tapi Australia sudah tergambar dengan lumayan. Kalimantan dan Sulawesi masih perlu perbaikan, tapi Jepang sudah terlihat konturnya. Pulau-pulau di Indonesia tampak sudha tersusun dengan urutan dan posisi yang sedikit banyak sudah benar. Satu catatan: Flores di sini disebut Pulau "Ende", salah satu dari sekian sebutan untuk pulau ini.
Juru kartografi: François Valentyn
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Selasa, 12 November 2024

Sabang setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali datang

Bongkar muat batur bara di pelabuhan Sabang
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Seorang pekerja las di proyek perbaikan pelabuhan Sabang
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Anak-anak Sabang bermain di halaman sekolah
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: 1946 atau sesudahnya
Tempat: Sabang
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan:

Senin, 11 November 2024

Peta kuno dari tahun 1560: Sumatera sebagai pulau legendaris "Tapobrana"

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)
(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1560
Tempat terbit: Jerman
Tokoh:
Deskripsi: Catatan Yunani Kuno mulai dari sekitar 2300 tahun lalu menyebut adanya sebuah pulau di Samudra Hindia yang bernama Tapobrana. Orang kemudian berusaha mengidentifikasi pulau mana yang dimaksud dengan nama ini; nama yang diajukan adalah Sri Lanka, Sumatera, atau pulau lain yang eksistensinya tidak diketahui lagi. Peta berbahasa Latin keluaran Jerman di atas ini memilih Sumatera (Samotra) sebagai Tapobrana. Palembang tidak tercantum di peta ini, tapi kita bisa membaca adanya Pedir dan Aceh (Pacem). Sementara Campar kemungkinan mengacu ke Kampar (Riau) tempat berdirinya Candi Muara Takus.
Halaman berikutnya setelah peta ini berkisah sedikit tentang Kalimantan (De insula bornei), disusul dengan paragraf tentang Jawa (Gyava insula). Jawa dikabarkan dicapai dari Kalimantan dengan 5 hari perjalanan laut, dan bahwa di Jawa ada beberapa kerajaan, serta penduduknya menyembah berhala. Gambar di pojok kiri bawah menyiratkan penduduk Jawa mempraktekkan kanibalisme.
Juru kartografi:
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan:

Minggu, 10 November 2024

Para pejabat Uni Belanda-Indonesia, 1950 (2)

Prof. L.J.C. Beaufort bersama Kusumah Atmaja
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)
Melawan arah jalur jam dari pojok kanan: M.J.C. Reyers, Wirjono Prodjodikoro, M.J. Prinsen, A.A. Maramis, J. Donner, Kusumah Atmaja, L.J.C. Beaufort, Schuurman, Kusomo Utoyo
(klik untuk memperbesar | © Beeldbank WO2 / NIOD)

Waktu: kemungkinan 1950
Tempat: Sebuah kafe di bandara Kemayoran, Jakarta
Tokoh: Delegasi Indonesia terdiri dari a.l. Alexander Andries Maramis, Kusumo Utoyo (utusan Kementrian Luar Negeri), Kusumah Atmaja (Ketua Delegasi), Subekti (Pengadilan Arbitrase UBI), dan Wirjono Prodjodikoro. Pihak Belanda diwakili oleh a.l. A.J. Prinsen, J. Donner (Wakil Ketua Delegasi), L.J.C. Beaufort (Pengadilan Arbitrase UBI), M.J.C. Reyers (Pengadilan Arbitrase UBI), serta Schuurman (Komisi Tinggi Belanda di Indonesia)
Peristiwa: Republik Indonesia pernah menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS), dan RIS pernah menjadi negara serikat dari Uni Belanda-Indonesia (UBI). UBI merupakan hasil dari Konferensi Meja Bundar, semacam persemakmuran yang beranggotakan Kerajaan Belanda dan mantan serta masih tanah jajahannya. Foto di atas memperlihatkan kedatangan delegasi UBI dari Belanda ke Jakarta yang disambut rekanannya dari Indonesia.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Beeldbank WO2 (Tweede Wereldoorlog) / NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)
Catatan: Lihat juga posting sebelum ini dengan para tokoh yang sama.

Sabtu, 09 November 2024

Peta kuno keluaran Perancis dari tahun 1787 tentang bagian barat Nusantara: Ketika Lampung, Nusa Barung, dan Kotawaringin muncul di peta

(klik untuk memperbesar | © Indies Gallery)

Tahun terbit: 1787
Tempat terbit: Paris
Tokoh:
Deskripsi: Peta ini berjudul wilayah semenanjung dan kepulauan Hindia di luar (=di timur) Sungai Gangga. Wilayah Nusantara terwakili oleh Sumatera, Jawa, sebagian Kalimantan, dan pulau-pulau si sekitarnya. Selain tempat-tempat "standar" yang sudah sangat sering muncul di peta, seperti Aceh di utara Sumatera, Palembang di selatan Sumatera, Banten di barat Jawa, Blambangan di timur Jawa, Banjarmasin di Kalimantan, dsb., peta ini menampilkan nama-nama "baru", meskipun sedikit, yang jarang muncul di peta lain dari masanya atau masa sebelumnya. Di selatan Sumatera misalnya kita bisa baca Lampung (Lampon); di Kalimantan kita lihat ada Kotawaringin (Cota-ringin), selain Sambas dan Sampit; di Jawa tercantum Pulau Nusa Barung (Noesa Bouron), selain Nusa Kambangan (Noesa Coembang), dan Sumedang (Sumedan).
Juru kartografi: Rigobert Bonne
Sumber / Hak cipta: Indies Gallery
Catatan: