PENGANTAR
Penerbangan dari Indonesia ke Eropa saat ini "hanya" menyita waktu belasan jam. Di zaman Belanda dulu, pelayaran dengan kapal uap bisa menempuh waktu sekitar dua bulan penuh.
Usaha mempersingkat waktu tempuh ini pertama kali dilakukan oleh KLM dengan menggunakan pesawat Fokker VII dengan kode H-NACC. Pesawat bermesin tunggal ini memiliki daya jelajah di sekitar 1.000 km. Jadi, jarak dari Belanda ke Indonesia yang sekitar 16.000 km paling tidak harus ditempuh dengan belasan kali pemberhentian.
Sejatinya, pesawat ini harus melakukan 21 kali pemberhentian. Dia lepas landas dari Amsterdam pada tanggal 1 Oktober 1924, dan mendarat di Jakarta pada tanggal 24 November 1924. Sebuah perjalanan yang lumayan lama, sekitar 55 hari.
Penyebab utama keterlambatan adalah ketika mesin pesawat rusak di Bulgaria. Awak pesawat harus menunggu sekitar satu bulan hingga mesin pengganti datang, lewat jalur darat. Itupun dikabarkan bahwa pembelian mesin baru merupakan usaha patungan dari warga Belanda.
Pada akhirnya, pesawat dengan tiga awak ini memang mencatat sejarah, dan meyakinkan masyarakat, baik di negeri Belanda maupun di Hindia-Belanda, bahwa perjalanan udara antar dua wilayah ini dimungkinkan dan tinggal masalah waktu saja.
Gubernur Jenderal Dirk Fock (berkumis) hadir di acara penyambutan kedatangan H-NACC (klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Para istri pembesar Belanda tak mau ketinggalan, hadir dengan pakaian meriah (klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Ketiga awak pesawat, dengan pakaian rapi, dalam acara jamuan penyambutan (klik untuk memperbesar | © spaarnestad) |
Waktu: 24 November 1924
Tempat: Cililitan (Jakarta)
Tokoh: Dirk Fock (Gubernur Jenderal Hindia-Belanda 1921-1926)
Peristiwa: l.d.a.
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar