Selasa, 31 Januari 2017

Senin, 30 Januari 2017

TNI hijrah dari Cianjur, stasiun (4): di gerbong kereta

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © Schuuringa / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © H. Wakker / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © H. Wakker / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © H. Wakker / gahetna)
Waktu: 3 Februari 1948
Tempat: Cianjur
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: H. Wakker / Schuuringa
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Sabtu, 28 Januari 2017

TNI hijrah dari Cianjur, stasiun (3): di peron sebelum berangkat

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © Schuuringa / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © H. Wakker / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © H. Wakker / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © H. Wakker / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © H. Wakker / gahetna)
Waktu: 3 Februari 1948
Tempat: Cianjur
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: H. Wakker / Schuuring
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Jumat, 27 Januari 2017

Kamis, 26 Januari 2017

TNI hijrah dari Cianjur, stasiun (2): foto bareng

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 3 Februari 1948
Tempat: Cianjur
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: H. Wakker
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Rabu, 25 Januari 2017

Selasa, 24 Januari 2017

TNI hijrah dari Cianjur, stasiun (1): menunggu pemberangkatan

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 3 Februari 1948
Tempat: Cianjur
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: H. Wakker
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Senin, 23 Januari 2017

Minggu, 22 Januari 2017

TNI hijrah dari Cianjur, Sukanagara (2): obrolan sesama tentara

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: 4 Februari 1948
Tempat: Sukanagara (Cianjur)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Trip
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Sabtu, 21 Januari 2017

Gereja di Mojowarno (Jombang) di tahun 1894

(klik untuk memperbesar | © spaarnestad)
Waktu: antara 1894
Tempat: Mojowarno (Jombang)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer:
Sumber / Hak cipta: Spaarnestad Photo
Catatan:


UPDATE 11 Juni 2020: Tambahan foto dari objek yang sama, diambil sekitar tahun 1880

(klik untuk memperbesar | © NGA)

Jumat, 20 Januari 2017

TNI hijrah dari Cianjur, Sukanagara (1): apel dan berkumpul

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © Schuuringa / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © Trip / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © Trip / gahetna)
(klik untuk memperbesar | © Trip / gahetna)
Waktu: 4 Februari 1948
Tempat: Sukanagara (Cianjur)
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: Schuuringa (atas) / Trip
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Rabu, 18 Januari 2017

TNI hijrah dari Banjar melalui Kroya (4): wajah-wajah muda para pehijrah

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Sebuah kontras di antara pehijrah: seorang lanjut usia di samping seorang remaja atau malah anak-anak
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: awal Februari 1948
Tempat: Kroya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: J.C. Taillie
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Selasa, 17 Januari 2017

Senin, 16 Januari 2017

TNI hijrah dari Banjar melalui Kroya (3): istirahat di stasiun persinggahan Kroya

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
Waktu: awal Februari 1948
Tempat: Kroya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: J.C. Taillie
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan:

Sabtu, 14 Januari 2017

TNI hijrah dari Banjar melalui Kroya (2): para prajurit belia di stasiun persinggahan Kroya

PENGANTAR

Perundingan Renville menghasilkan keputusan yang diperdebatkan: di satu sisi, Belanda mengakui secara resmi eksistensi Republik Indonesia; di sisi lain, Republik Indonesia hanya diakui di Yogyakarta serta sebagian dari wilayah Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Salah satu konsekuensinya adalah bahwa pasukan TNI harus hengkang dari luar wilayah itu. Maka dimulailah proses perpindahan pejuang TNI secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah hijrah.

Banyak wilayah di Jawa Barat menjadi tempat awal proses hijrah. Pasukan TNI berkumpul a.l. di Cianjur, Ciwidey, Kuningan, Purwakarta, dan Sukabumi untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat perjuangan menuju Jawa Tengah. Tapi bukan hanya dari Jawa Barat, proses hijrah juga tercatat terjadi di Sumatera Selatan (pangkalan udara Karang Endah, Gelumbang, Muara Enim), Jawa Tengah (Banyumas, Kroya), dan Jawa Timur (Bangil).

Pihak Belanda lumayan banyak membuat foto dari peristiwa ini. Betapa tidak, inilah kesempatan Belanda untuk mendokumentasikan pejuang TNI tanpa harus takut adanya baku tembak.

Kita akan lihat bagaimana pasukan TNI sebagian besar berperlengkapan seadanya, bahkan sering tanpa alas kaki. Tapi ini semua tidak menghalangi mereka untuk berbaris dengan bangga memasuki area permulaan hijrah. Ini akan sangat mendukung pernyataan bahwa TNI itu memang "berasal dari rakyat".

Beberapa foto lain akan memperlihatkan bagaimana beragamnya senjata TNI. Senjata-senjata itu harus diserahkan ke pihak Belanda sebelum proses hijrah dimulai. Kita akan lihat senapan dan mitraliur, granat dan ranjau, hingga ke pedang samurai Jepang, bahkan sampai ke ban-ban mobil untuk diserahkan ke pihak Belanda.

Kita juga akan lihat bahwa pasukan TNI bukan hanya lelaki, tetapi juga dari kaum perempuan. Ini sangat menarik buat pihak Belanda sehingga mereka membuat beberapa foto dari para pejuang wanita ini. Selain pejuang wanita, Belanda juga mencatat bahwa ada juga pejuang TNI yang masih bisa dikategorikan sebagai anak-anak. Selain itu, juru foto Belanda memperlihatkan bagaimana isteri dan keluarga pejuang TNI rela ikut meninggalkan kampung halaman mereka menuju wilayah baru yang boleh jadi tidak pernah mereka kenal atau lihat sebelumnya.

Selanjutnya, di beberapa foto akan kita lihat bagaimana pejuang TNI bisa ngobrol santai dengan pasukan Belanda, malah berfoto bersama sambil tersenyum. Suatu hal yang boleh jadi tak terbayangkan sebelumnya ketika kedua belah pihak masih saling bertempur.

Selamat menyimak bagian dari sejarah kita ini!

(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)
(klik untuk memperbesar | © gahetna)

Waktu: awal Februari 1948
Tempat: Kroya
Tokoh:
Peristiwa:
Fotografer: J.C. Taillie
Sumber / Hak cipta: Het Nationaal Archief
Catatan: